Monday 30 June 2008

Kereta listrik yang sumpek dan pengamen yang menenangkan



Ini tentang perjalanan rutin di pagi hari dari UI ke Cikini, dimana sebuah ritual kesibukan dimulai dengan menyembahNya, lalu berjalan ke stasiun kereta untuk memenangkan perebutan kekuasaan atas tempat duduk di kereta yang sarat dengan bau pete dan tai ayam.

Dan seperti yang sudah ditebak, aku memang selalu dapat dikalahkan dengan mudah oleh para penguasa kereta itu. Memang begitulah hal yang lazim di kalangan kami manusia berkasta sudra ini. Pagi naik kereta yang sudah layak dan amat sangat pantas disebut tidak layak untuk manusia, lalu berebut kekuasaan meski hanya untuk se inchi tempat kaki agar bisa terus menyambung hidup dengan bekerja sebagai buruh tertindas di hiruk pikuknya kapitalisasi atas nama pembangunan.

Aku baru mendapatkan kemenangan atas tempat duduk atau sedikit kelegaan ketika kereta bau itu sudah merambat pelan meninggalkan stasiun Cawang. Di stasiun ini, kelas pekerja dari berbagai sudut kota bergegas meninggalkan stasiun lalu menuju lokasi ritual hariannya.

Biasanya di stasiun ini mulai masuk barisan penjual suara. Mereka juga beragam ternyata, ada yang bermodal lengkap, namun tak jarang yang hanya bermodal suara parau. Berani taruhan, produser rekaman kelas kambingpun tidak akan meliriknya untuk diajak ke dapur rekaman.

Namun kali ini, aku cukup beruntung, sekelompok anak muda (sedikit kumal) naik ke gerbong, mereka membawa sebuah bas celo, sebuah biola dan tentu saja pakai penggeseknya, lalu dua gitar akustik berkasta lebih rendah dari gitar murahan sekalipun. Berbasa basi, seperti layaknya kebiasaan pengamen, satu diantara mereka mulai menggesek biola.

Dan ajaib, gesekan itu langsung membawaku terbang. Pengamen itu tanpa suara yang keluar dari mulutnya mampu memainkan alunan lembut lagu lagu yang menjadi soundtrack sinema sabun winter sonata dan lagu khas jepang lainnya.

Dan sejenak bisa mengurungkan niatku untuk mencaci maki pengurus negeri ini yang membersihkan kereta hadiah dari Jepang saja tidak mampu apalagi membuatnya.
 

No comments:

Post a Comment