Saturday 14 June 2008

BOBY LUKMAN SUARDI PILIANG

Tanggal semakin dekat, ini hari sudah tanggal 14 Juni. Ah tidak lama lagi. Hari bersejarah itu segera datang. Hari Rabu tertera angka 18 di bulan Juni. Aku selalu mengingat tanggal ini setiap tahunnya sejak diberitahu ibu di tahun 1982 lalu, kalau aku dilahirkan pada tanggal ini tahun tahun sebelumnya.

Selama hampir tujuh tahun aku tidak tahu apa arti tanggal 18 Juni, baru pada umur ketujuh setelah kelas dua SD dikampung aku diberitahu ibu kalau aku dilahirkan di rumah, dekat ruang tengah (saat ini sudah menjadi tempat lemari) pada Jumat jam 10 pagi.

Di almanak kecil yang kubuat sendiri memang angka 18 di bulan Juni aku sengajakan menulisnya dalam beraneka warna merah dan dibawah semua angka angka tanggal itu tertulis kalimat dengan huruf kecil yang menegaskan aku dilahirkan pada tanggal warna warni itu. Ingatanku terlalu dan selalu terpusat pada tanggal itu pada tahun 1990 lalu. Itu malam dimana untuk pertama kali Ibu mengajak aku sekaligus menemaninya keluar rumah untuk membeli roti cane dan beberapa butir telur di warung. Selama ini, ibu tidak pernah mengajak anak anaknya ke warung, namun pada saat itu aku mendapat kehormatan diajak serta sekaligus membeli beberapa potong roti cane di restoran Kubang dekat rumah.

Siapa yang tidak senang, makan roti cane. Ah ibu memang pintar membuat anaknya bahagia meski dengan segala keterbatasannya. Tadinya aku berpikir ini mungkin saja ini sebuah awal dari sebuah peristiwa besar. Dan memang, itu adalah hari dimana aku diajak ibu membicarakan hal yang sangat penting dalam hidupnya dan juga dalam hidup anak lelaki pertamanya.

Aku mendengar kata kata itu, aku merasa jadi bingung dan heran. Ada apa ? dan kenapa harus aku menerima kalimat itu ?. Perasaan bingung, sedih, terkejut dan entah apa lagi yang menumpuk di dada hanyalah efek domino dari kalimat ibu yang kian malam kian jelas terdengar. Sejak itu aku jadi kurang fokus, kreatifitas terpuruk, gairah belajar melemah dan semuanya berujung pada ketidakpastian yang kian meraja.

Aku tidak akan lupa hari itu, malam itu dan tanggal itu. Aku mendapat sebuah kehormatan dari ibu dan mendapat sebuah kalimat yang hingga kini tidak akan aku lupakan. Semoga saja aku mendapat kebaikan. Kini menjelang usia yang kian menua, aku harus terus mencari arah agar tercipta kesinambungan antara hati, jiwa dan pikiran dengan raga, alam dan keseharian. Aku harus mampu merubah "keseimbangan" yang timpang ini menjadi sebuah keseimbangan yang sebenar-benarnya. Untungnya, kondisi seperti ini tidak lama terjadi dan kusadari.

Aku harus mempercepat sebuah proses perubahan dari yang tidak wajar menjadi wajar dan terkendali. Dari yang semrawut menjadi tertata, agar tidak makin mengancam eksistensi. Sebuah proses yang membuat pribadi kian dekat dengan alam dan pencipta, hingga aku makin mudah menerjemahkan diri dan alam kedalam satu kesatuan yang padu, jelas, nyata dan terarah menuju beratnya masa depan.

Aku menuju usia 32, sebuah angka usia yang harusnya kian membuatku merunduk dalam dalam dan kemudian bersujud mendekatkan diri kepadaNya. Semoga.

No comments:

Post a Comment