Sunday 5 December 2010

Monarkhi dan Demokrasi


Perpolikan nassional saat ini sedang hangat membicarakan tentang status DIY yang menuai banyak kontroversi. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY (RUUK DIY) yang memicu perseteruan antara Jogja dan Jakarta. Pernyataan SBY yang menyatakan bahwa tidak ada monarkhi dalam Negara demokrasi menuai konflik di jogja yang terkenal kondusif.

Diantara 4 daerah otonom di Indonesia, termasuk Aceh, Papua, Jakarta dan Jogjakarta, hanya Jogjakarta yang regulasinya belum diatur komprehensif. Oleh karena itu sekitar tahun 2006, pemerintah daerah DIY mengajukan RUUK DIY. Namun pembahasan RUU itu kemudian terkatung-katung tanpa ada kejalasan status. Hingga akhirnya, SBY mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan perdebatan di Indonesia.

Ada beberapa hal yang patut dijadikan acuan tentang status DIY. DIY sebagai salah satu provinsi tertua di Indonesia melalui dekrit Sultan Hamnegkubuwono IX pada tahun 1950 menyatakan diri bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jogja secara historis rela menawarkan diri menjadi ibu kota Negara saat Negara dalam keadaan genting memainkan peran penting dalam proses kemerdekaan. Adalah Hamengkubuwono IX yang rela pasang badan untuk Indonesia.

Jika melihat dari aspek sejarah, sudah sepantasnya DIY mendapatkan hak atas keistimewaannya karena peran sentral dalam kemerdekaan. Monarkhi yang dimaksud bukan dari aspek pemerintahan, karena hal itu jelas-jelas bertentangan dengan demokrasi di Indonesia. Monarkhi yang dimaksud dalah monarkhi dalam aspek sosio cultural. Sama dengan daerah kerajaan lain di Indonesia, monakhi terbentuk dari aspek sosio cultural. Hanya di DIY saja yang menjadi masalah, karena Gubernur merangkap sebagai Raja Jawa. Mungkin jika Gubernur bukan merangkap sebagai raja jawa permasalahannya tidak serumit ini.

Yang menjadi masalah selanjutnya adalah terkait masa jabatan Gubernur jika nantinya di setujui RUUK ini. Sampai kapan Sultan akan menjabat menjadi Gubernur? Jika nantinya dalam perjalanannya, diangkat Sultan yang masih belum cukup umur untuk memimpin DIY apakah akan tetap diangkat menjadi Gubernur?

Masalah RUUK DIY memang masih menimbulkan debat yang mendalam oleh para pakar. Bola panas ada di tangan pemerintah (Menteri Dalam Negeri) untuk memutuskan. Fraksi democrat di DPR setuju pemilihan gubernur melalui pemilihan langsung sedangkan fraksi lain setuju realisasi RUUK DIY. Sultan sendiri menawarkan opsi referendum untuk memutuskan keistimewaan DIY.

Apapun hasilnya nanti, yang terpenting dari semua itu adalah NKRI harga mati. Jangan hanya masalah ini kemudian memantik api untuk memecah belah kesatuan dan integritas bangsa. Diperlukan kearifan dan kebijaksanaan para pemegang jabatan untuk lebih bisa menerima keputusan dengan cerdas.

No comments:

Post a Comment