Friday 7 August 2009

In Memory : Cory Aquino Sang Revolusioner People Power


Dunia tak akan melupakan mantan Presiden Filipina Corazon Aquino. Perempuan yang dikenal dengan gerakan 'People Power' ini adalah ikon perjuangan rakyat melawan penguasa lalim. Cory -sapaan akrabnya- bukanlah perempuan biasa. Dia adalah seorang pemimpin revolusi yang menginspirasikan gerakan melawan tirani.

Kepergiannya pada Sabtu 31 Juli 2009 pun membuat rakyat Filipina berkabung selama 10 hari. Sebagai pemimpin revolusi, Cory yang meninggal pada usia 76 tahun selalu dikenang sebagai perempuan hebat yang mengembalikan nyawa demokrasi Filipina pada 1986. Sejarah mencatat masa genting itu sebagai tahun yang tak terlupakan.

Selama 3 hari di bulan Februari 1986, dunia melihat Cory, seorang perempuan yang mengenakan pakaian berwarna kuning menyala yang memimpin jutaan orang dalam gerakan damai menentang Ferdinand Marcos. Saat itu, Marcos yang berkuasa dengan tangan besinya telah memerintah selama dua dasawarsa.

Sebelumnya, Cory hanyalah ibu rumah tangga biasa. Lahir sebagai keturunan klan Cojuangco di kawasan utara Provinsi Tarlac pada 25 Januari 1933, Cory tumbuh sebagai keluarga dengan berbagai privilege, kekuasaan dan kekayaan. Dia pun mendapatkan pendidikan yang berkualitas di AS dan Manila. Pada mulanya, Cory tak memiliki ambisi politik apa-apa, namun semuanya menjadi berbeda setelah dia bertemu seorang wartawan muda dengan karir cemerlang, Benigno 'Ninoy' Aquino. Ninoy yang berasal dari klan Tarlac kemudian menikahinya pada 1954.

Ninoy yang cerdas dan kritis kemudian menjadi senator yang mendapat dukungan dari sejumlah kalangan untuk maju menjadi presiden pengganti Marcos. Seketika Ninoy pun menjadi ancaman bagi Marcos. Pada September 1972, Marcos menyatakan keadaan perang dan memenjarakan ratusan lawan politik maupun pengecamnya, termasuk Ninoy.

Sampai pada suatu saat, Ninoy yang menderita sakit mendapat izin untuk berobat ke Boston, AS bersama istrinya. Marcos pun cukup lega karena Ninoy dalam pengasingannya di Boston tak akan banyak mengusik Marcos. Namun setelah Ninoy sembuh, Marcos gusar karena lawannya itu ngotot kembali ke Filipina.

Pada 1983, Ninoy yang tak tahan melihat penderitaan rakyat Filipina dari jauh pun memilih pulang kampung. Namun 20 Agustus menjadi hari terakhirnya di dunia. Saat kaki Ninoy menginjak tanah Filipina, sebutir peluru menembus kepalanya. Senator yang dirindukan rakyat Filipina itu pun tewas.

Kematian Ninoy membuat Cory memutuskan segera kembali ke Filipina dan menggalang kekuatan untuk menyatukan kalangan oposisi. "Saya bukan membalas dendam, hanya keadilan. Tidak hanya untuk Ninoy, tapi untuk seluruh rakyat Filipina yang menderita," kata Cory saat mendeklarasikan gerakan 'People Power'.

Puncak gerakan oposisi terjadi setelah Marcos memenangkan pemilu Filipina pada 1986 yang diwarnai kecurangan yang sangat masif. Cory yang didukung Gereja Katolik memimpin lebih dari 1 juta orang turun ke jalan. Saat itu pun dikenang dengan kelahiran 'People Power'. Gerakan itu pun sukses menggulingkan Marcos. Cory naik menjadi Presiden Filipina.

Cory segera membentuk komisi untuk merancang konstitusi baru serta menghapus jaringan kroni Marcos yang mengontrol ekonomi dan membebaskan aktivis politik. Cory juga memulai dialog dengan kalangan komunis dan muslim pemberontak. Keberhasilannya menegakkan demokrasi pun membuat majalah TIME menganugerahkan gelar Women of The Year pada 1986.

Sayang, usaha Cory tak berjalan seperti yang dia cita-citakan. Koalisi yang dibangunnya pecah. Dia digoyang 6 kudeta militer, pertentangan politik, serangan pemberontak dan kegagalannya mengubah sistem politik yang didominasi klan keluarga elit. Cory juga beberapa kali lolos dari sejumlah kudeta berdarah.

Meski pemerintahannya berakhir, Cory tetap konsisten dengan cita-citanya. Pada masa pensiunnya bahkan saat menderita sakit, dia tak pernah lupa mengingatkan rakyat Filipina untuk melawan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan. Dia dijuluki sebagai pahlawan Asia oleh majalah TIME pada 2006. TIME menggambarkan Cory sebagai simbol 'People Power' yang memberi inspirasi melawan tirani.

Pada tahun terakhirnya, Cory yang dulunya mendukung kepemimpinan Presiden Gloria Macapagal Arroyo berbalik arah menentangnya. Itulah wujud konsistensi Cory tak merestui Arroyo yang keluarganya didakwa melakukan korupsi. Cory bahkan ikut bergabung dengan massa yang turun ke jalan untuk mendemo Arroyo. Namun aksi itu mau tak mau berhenti setelah dia didiagnosa menderita kanker kolon pada Maret tahun lalu.

Meski demokrasi di Filipina belum sepenuhnya seperti harapan Cory, namun tak ada yang sangsi pada sosok Cory sebagai negarawan yang selalu optimistis dan tak kenal lelah berjuang. Perempuan Asia pertama yang tampil sebagai presiden perempuan di dunia ini akan selalu dikenang dalam sejarah demokrasi, bukan hanya bagi Filipina, tetapi juga bagi seluruh dunia. Selamat jalan Corazon Aquino!


sumber : www.inilah.com

No comments:

Post a Comment