Tuesday 31 December 2013

Sesuatu (Yang Mungkin) Tidak Perlu Disampaikan

Ini hanya sekedar catatan singkat yang mungkin tidak perlu untuk dipublikasikan apalagi untuk dibanggakan. Memang ini hanya sebuah catatan kecil yang tidak berarti, namun saya memaksakan diri untuk yakin bahwa catatan kecil ini mungkin akan ada gunanya bagi kita yang membacanya.

Waktu kecil Ibu mengajarkanku untuk tidak mudah melupakan hal hal kecil dalam hidup, dan bahkan sebaiknya dicatat agar suatu saat nanti ketika dewasa menjelang kita sudah mempunyai referensi yang lebih dari cukup untuk membuat sebuah keputusan dalam hidup.

Didikan lain yang aku rasakan dari ibu adalah bahwa kita harus selalu mendengarkan orang lain, meski yang disampaikan itu buruk, tetaplah dengar setiap ucapannya. "Hargai lawan bicaramu," itu yang selalu Ibu katakan. Sesungguhnhya saya bukan pendengar yang baik, bahkan (mungkin) selalu mengantuk ketika orang lain bicara, bukan karena tidak menghargai, tapi memang begitulah adanya.

Namun dalam perjalanan panjang ini, saya mempunyai sebuah kenangan tentang penghapus tulisan yang terbuat dari karet padat berwarna pink, sebuah penghapus pensil yang unik, kecil, dan terletak di ujung pensil.  Saya merasa lebih bersyukur, di saat pertama kali masuk sekolah saya hanya dibekali Nenek dengan sebuah pensil dan sebuah buku bersampul biru dengan isi yang hanya 18 lembar saja. Pun itu nikmati bersekolah tanpa tas dan apalagi kotak pensil mahal seperti teman kebanyakan yang bersekolah di kota.

Maklum sejak kelas I SD hingga kelas III, saya tidak tinggal dengan Ibu serta tiga saudara saya yang lain di Padang, dengan alasan sederhana, saya harus dititipkan kepada Nenek. Maklumlah,sebagai anak lelaki pertama dari sekian turunan diatas saya, Nenek merasa paling berkepentingan untuk mendidik saya dari awal dan Alhamdulillah didikan keras, penuh disiplin dan dibumbui dengan sifat "pelit" itu saya rasakan sebagai sebuah anugrah yang tidak mungkin akan saya dapatkan dari pendidik lainnya.

Setiap hari saya bersekolah dengan berjalan kaki, di sebuah SD Inpres. Letak sekolah itu diatas bukit di sebuah desa yang bernama Bungo Tanjuang. Pada waktu itu tangan tangan kekuasaan begitu kuat mencengkram sehingga nama nagari kami yang tadinya bernama Lansano berubah menjadi nama Desa Bunga Tanjung yang berbatas sawah yang, sungai yang jernih dan bukit bukit kecil.

Kembali ke soal pensil, setiap nenek membelikan saya pensil baik karena hilang maupun habis, selalu saja di ujung pensil itu terdapar sebuah karet penghapus berwarna merah tadi dan telah siap sedia digunakan kalau terdapat kesalahan. Setiap kesalahan tulisan dengan pensil, saya selalu menggunakan karet merah yang terdapat di ujung pensil, dan bahkan kalau karet itu habis, saya masih bisa menghapusnya dengan karet gelang yang saya lilitkan di pangkal pensil itu.

Sedangkan beberapa teman, susah payah menghapusnya dengan tetesan ludah yang kemudian digosoknya dengan ujung jari. Bukannya malah menjadi bersih, malah membuat kotor karena kertas tiba tiba hitam dan bahkan kadang halaman buku di situ robek berlubang. Yang kreatif, memanfaatkan sisa sandal yang telah afkir sebagai penghapus.

Namanya alternatif, serba darurat, hasil hapusannya pun tak sebersih penghapus sungguhan. Ketika sekolah menenga pulpen. Tetapi kesalahan tetap saja terjadi. Yang kerap adalah salah menjawab soal waktu ulangan. Dan guru, tak mau melihat kertas jawaban penuh coretan. Mereka akan mendiskon nilai ulangan, yang jawabannya tak rapi lagi penuh coretan. Maka siswi - jarang sekali siswa - yang terkenal lengkap alat tulisnya adalah sasaran favorit untuk meminjam penghapus.

Jaman ini musimnya cairan penghapus yang warnanya putih pekat. Pertama kali keluar mereknya Tip-X dalam botol kecil. Cara memakainya disapukan seperti kuas. Kemudian muncul berbagai merek lain dan inovasi baru. Tak lagi seperti kuas yang sering bikin tangan belepotan, tapi ditekan seperti tube pasta gigi. Meskipun banyak merek baru, tetap saja disebut sebagai tip ex. Khasiatnya sama mujarab, menghapus kesalahan tulis yang mengganggu.

Kalau hari-hari adalah lembaran buku. Maka pikiran, ucapan dan tindakan adalah pensil atau bolpoinnya. Dalam sepanjang mata dan otak terjaga pensil itu berulang-ulang menulis dan menulis. Pasti dari sekian banyak huruf yang dituliskan, banyak terjadi kesalahan. Entah sadar atau tidak. Entah terketahui atau tidak.

Esok, almanak baru dibuka, menggenapkan usia yang sudah lagi memberikan kesempatan, ruang dan waktu untuk bertingkah laku sama seperti sebelumnya. Maafkan semua kesalahan dan terima kasih atas semua doa dan harapan kepada saya. Semoga di usia yang kian tua ini, semua harapan dan

doa dapat dikabulkanNya. Amiin...

SELAMAT TAHUN BARU, SEMOGA TUHAN MEMBERKATI KITA SEMUA, DALAM DAMAI DAN CINTA, DALAM MISKIN BAHKAN KAYA RAYA... 
BOBY LUKMAN PILIANG - FITRIANI - ZAHRA HANIFA

Salam hormat dan bahagia..

BOBY LUKMAN SUARDI PILIANG

No comments:

Post a Comment