Tuesday 3 December 2013

Im A Doctor and Im Proud to be

           

           Kisruh mengenai kriminalisasi kasus dr Ayu Sp.OG dkk yang ditangkap karena dugaan kasus malpraktek beberapa hari yang lalu, memang bikin heboh seluruh dokter di Indonesia. Aksi solidaritas dan simpatik menuntut dihentikannya kriminalisasi dokter khususnya kasus dr Ayu. Bahkan serempak diseluruh Indonesia melakukan aksi simpatik. Saya pribadi sebagai dokter tentunya tidak setuju kasus dr. Ayu yang ditangkap karena bermaksud ingin menolong orang.. Kasus emboli paru yang tidak bisa diprediksi kejadiannya yang menyebabkan kematian pada pasien. Bukan hanya karena kematiannya saja yang menjadi jurisprudensi kematian pasien tersebut akan tetapi prosesnya seperti tanda tangan informed consent yang dipalsukan, pasien dinyatakan gawat pagi akan tetapi malam hari baru dioperasi, posisi dr Ayu yang masih menjalani residensi tidak didampingi oleh konsulen. Semua jawaban itu sebenarnya sudah dijawab secara utuh oleh pengusu besar IDI.

                 Kalau setiap tidakan yang dilakukan ada komplikasi yang bisa dicegah dan ada komplikasi yang tidak bisa kita ketahui, sama saja sebenarnya ketika Saya sebagai dokter akan melakukan penyuntikan kepada pasien misalkan antinyeri ketika disuntikan kedalam tubuh pasien kemudian menimbulkan reaksi alergi, itu efek yang kita tidak bisa ketahui sebelum obat itu masuk kedalam tubuh pasien, pengecuali antibiotic yang masih bisa dilakukan skin test sehingga reaksi alergi yang muncul bisa diantisipasi. Bahkan pengalamanan pribadi, ada pasien yang alergi dengan berbagai macam obal anti nyeri oral sehingga hanya dapat diberikan parcetamol saja atau bahkan ada pasien yang alergi antibiotic cefadroxil datang ke IGD dengan syok anafilaktik. Memang harus setiap tindakan medis memerlukan informed consent. Dan informed consent itu yang nantinya menjadi bukti setiap tindakan yang dilakukan sudah melalui persetujuan pasien dan sudah dijelaskan secara panjang lebar. Untuk kasus emergenci yang harus dilakukan tindakan medis segera karena jika tidak dilakukan pertolongan akan menyebabkan kematian pada pasien, informed consent dapat dilakukan oleh keluarga atau pasien itu sendiri dengan catatan pasien dalam keadaan sadar penuh. Jika tindakan dr Ayu yang bermaksud menolong pasien namun ternyata menyebabkan kematian pada pasien dan itu dijadikan jurisprudensi malpraktek entah berapa orang yang akan meninggal karena dokternya takut untuk melakukan tindakan medis.
                Coba dicermati hakim yang memutuskan dr. Ayu vonis 10 bulan, tidak lain dan tidak bukan adalah Artidjo Alkostar. Anehnya banyak yang menghujat pak Artidjo. Menurut Saya kesalahan bukan di pak Artidjo, beliau melaksanakan tugas sesuai dengan profesionalisme beliau sebagai seorang penegak hukum. Orang yang belum pernah kontak dengan beliau belum akan tahu siapa beliau. Pak Artidjo ini dosen Fakultas Hukum UII yang terkenal integritasnya, anti suap, anti sogok. Beliau ini dulu ke kampus hanya pake motor atau pernah Saya lihat hanya memakai mobil butut. Ingat kasus pak harto yang oleh seluruh hakim setuju tidak dilanjutkan penuntutannya karena sakit, hanya pak artidjo yang dissenting opinion, kasus Angelina sondakh yang mengajukan kasasi ke MA dan ternyata dihukum 12 tahun penjara. Bukan perkara mudah untuk menjatuhkan vonis kepada tersangka. Jadi menurut Saya jika menyalahkan pak Artidjo salah alamat karena beliau pastinya sudah melalui pertimbangan untuk menjatuhkan vonis kepada dr. Ayu.
                Mengenai pemberitaan medis yang tidak objektif dan semakin memonjokkan profesi dokter seolah-olah kebal hukum dan sebagainya memang tidak tepat karena posisi media sebagai pilar keempat demokrasi menjadi tidak tepat karena hanya untuk mencari berita yang menarik akan tetapi dengan cara yang tidak elegan. Sebagai contoh kasus 1 hari tanpa dokter terlalu diekspolitasi, memang betul tanpa dokter untuk pasien rawat jalan akan tetapi untuk pasien gawat darurat tetap jalan dan pasien bisa ditangani untuk yang gawat darurat sedangkan poli atau rawat jalan bisa ditunda keesokan harinya.

Hikmah yang bisa dipetik
Terlepas dari gonjang ganjing yang ada karena kasus kriminalisasi dr Ayu ini, manfaat yang bisa kita ambil adalah hendaknya kita sebagai dokter lebih berhati-hati dengan setiap tindakan medis apapun yang akan dilakukan kepada pasien. Kasus dr Ayu kita jadikan sebagai pengingat saja agar kedepan harus cermat dan hati-hati. Kita dukung terus semoga peninjauan kembali ke MA dapat membebaskan dr.Ayu dkk. Kemudian dengan kasus ini harus menghormati pasien siapapun dia tidak mengenal golongan dan status sosial. 

No comments:

Post a Comment