Monday 7 February 2011

Revolusi Arab


Oleh dr. Sani Rachman Soleman

“Seorang pemimpin yang memerintah dengan tangan yang berlumuran darah akan menghasilkan generasi-generasi yang menghunus pedang”

Dunia arab dalam satu bulan ini telah mengalami goncangan yang cukup hebat. Revolusi berdarah dengan kekuatan rakyat “people power” berusaha menggulingkan kekuasaan mapan diktator bertangan besi. Di mulai dari Tunisia, turunnya kekuasaan Presiden Ben Ali setelah 20 tahun berkuasa, diikuti dengan gerakan revolusi di Mesir untuk menggulingkan rezim berkuasa 30 tahun Hosni Mubarak, kerikil revolusi di Yaman untuk menggulingkan presiden Saleh sampai unjuk rasa di Italia untuk menurunkan Silvio Berlusconi. Gerakan-gerakan anti kemapanan yang mengilhami revolusi di dunia arab tidak lain adalah untuk menggulingkan rezim yang berkuasa dengan tangan besi.

Lantas mengapa gerakan-gerakan revolusi tersebut bias merembet dari belahan dunia satu ke belahan dunia yang lainnya? Meminjam istilah yang diutarakan oleh Fritjof Capra tentang “Butterfly Effect”, Capra menjelaskan tentang fenomena kepakan sayap kupu-kupu di Brazil namun efeknya bisa dirasakan hingga ke Toronto Amerika Serikat. Artinya, sebuah peristiwa di suatu tempat dapat menimbulkan peristiwa di tempat lain. Memang hal ini memerlukan pemahaman di luar batas nalar insan.

Jika menilik sejarah revolusi di dunia arab, dimulai ketika runtuhnya dinasti ummayah di Turki pada tahun 1924 oleh Mustafa Kemal Attaturk yang merubah Negara teologis menjadi Negara sekuler antiteologi. Attaturk yang banyak merubah tradisi muslim yang sudah mapan dengan keyakinan muslim rakyat Turki ketika berkuasa menjadikan Negara tresebut menjadi sekuler Setelah itu diikuti dengan kebangkitan gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir tahun 1928 dengan pendirinya Hasan Al Bana. Gerakan inilah yang mendukung proses kemerdekaan Indonesia sehingga secara historis, Ikhwanul Muslimin memiliki ikatan historis dengan Indonesia. Walaupun dikemudian hari, Ikhwanul Muslimin di bredel karena dianggap organisasi terlarang dengan kematian Presiden Anwar Sadat. Setelah 30 tahun simpatisan dan anggota organisasi IM di penjara oleh rezim pengganti Sadat, Hosni Mubarak. Banyak tokoh-tokoh IM yang dipenjara dan dibunuh seperti Sayid Qutb, Hasan Al Bana, Ahmad Yasin dan sebagainya namun pemikiran mereka yang syahid tidak pernah padam. Sehingga pemikiran syahid itulah yang mengilhami revolusi Mesir.

Pada tahun 1979 masih ingat tentang Revolusi Islam di Iran yang sampai sekarang menjadikan negara pada mullah itu menjadi negara teologis. Revolusi Islam di Iran yang di kawal oleh Ayatullah Khomeini menumbangkan kekuasaan tirani Syah Reza Pahlevi. Semangat etos perjuangan sebagai bagian dari jihad fisabilillah dengan mempelajari pemikiran-pemikiran konstruktif ala Ali Syariati, Murthada Muthahari, hingga pidato-pidato penggugah semangat ala Ayatulloh Khomeini. Semangat anti kemapanan yang mereka perjuangkan digunakan untuk meruntuhkan kediktatoran Pahlevi yang pro kapitalisme barat. Walaupun di embargo oleh Amerika dan Eropa, Iran tetap berpendirian teguh membuat pusat pengayaan uranium yang dituduh Amerika digunakan untuk membuat senjata nuklir penghancur masal.

Ada sebuah kepentingan Amerika dan sekutunya untuk mempertahankan status quo sebuah rezim kekuasaan. Apalagi krisis di timur tengah dapat memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan harga minyak dunia. Karena daerah timur tengah merupakan lumbung produksi minyak dunia, sehingga beberapa pihak memanfaatkan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Begitu juga dengan krisis di Mesir, Terusan suez yang merupakan jalur perdagangan di kawasan timur tengah merupakan daerah yang cukup vital. Kapal-kapal barang tidak perlu berputar mengelilingi Afrika karena dapat langsung melalui terusan suez tersebut. Jika Mesir jatuh ke tangan penguasa yang antikapitalis barat, dapat dipastikan kebijakan dalam negeri Mesir akan jauh dari pro barat. Bisa saja terusan suez ditutup yang dapat mempengaruhi stabilitas harga minyak dunia.

Yang paling ditakutkan karena penutupan terusan suez adalah negara-negara sekitar termasuk Israel yang mendapatkan pasokan minyak dari Mesir. Jika Mesir jatuh ke tangan kelompok Islam militant, pasokan minyak ke Israel akan terputus dan mempengaruhi perekonomian Israel itu sendiri. Ketakutan Amerika dan sekutunya jika Mesir akan jatuh ke tangan militant Islam sama seperti Iran. Jika di Iran ada gerakan syiah yang menjadi motor penggerak revolusi, sedangkan di Mesir ada gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasal Al Bana. Jika Mesir jatuh ke tangan gerakan ikhwanul muslimin sama seperti dengan Iran, kebijakan politik luar negeri Amerika dan sekutunya akan berubah. Tentunya, Amerika akan berjuang mati-matian untuk mempertahankan Mesir agar masih dalam genggaman Amerika. Oleh karena itu, selama 30 tahun lebih kekuasaan Hosni Mubarak,

Sudah saatnya kediktatoran tangan besi Hosni Mubarok berakhir di Mesir. Segera dibentuk pemerintahan transisi yang dapat mengakomodir seluruh kepentingan di Mesir. Rakyat Mesir sudah pongah dengan sikap pemerintahan Mubarok yang penuh dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dengan kekayaan menembus 360 triliun rupiah. Sementara itu, kemiskinan dan pengangguran semakin bertambah. Namun, di ujung masa kepemimpinan Mubarok, ia masih tetap bertekad tidak akan mundur dari tampuk kekuasaan. Dengan segala cara ia berusaha melakukan strategi tertentu untuk dapat melakukan estafet kekuasaan. Ia sudah mempersiapkan wakil presiden Omar Sulaiman untuk menggantikannya, bahkan ia membentuk cabinet baru untuk menjaga stabilitas di mesir dan yang paling baru mengundurkan diri dari ketua NDP. Strategi itu hanya trik untuk mengelabui rakyat yang sudah jenuh dengan kepemimpinan Mubarok. Diperlukan seorang tokoh tengah dan reformis untuk dapat menjadi jembatan dalam membentuk Mesir menjadi negara yang lebih demokratis. El Baradei, seorang moderat harus mampu berdiri diatas semua golongan dan ini merupakan tugas berat yang harus diemban oleh seorang El Baradaei. Semoga ia mampu melakukannya..

No comments:

Post a Comment