Tuesday 22 June 2010

Hasil Survey Sebagai Alat Propaganda Politik

Media cetak terbitan Padang pekan lalu merilis hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Lembaga Survey Indonesia (LSI) bahwa pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur Marlis Rahman - Aristo Munandar (MATO) memiliki tingkat elektabilitas tertinggi dibanding empat kandidat gubernur lainnya pada Pemilukada Sumbar, namun demikian, kemenangan MATO tidaklah terlalu signifikan sebab hanya terpaut sekian persen dibawahnya, pasangan Irwan Prayitno - Muslim Kasim berada di posisi kedua dan ketiga pasangan lain menyusul di posisi tiga, empat dan lima.

Tak lama berselang, media media yang sama kembali berlomba merilis hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga survey INCOST yang justru malah sebaliknya, pasangan Irwan Prayitno - Muslim Kasim sudah jauh leading dibanding empat pasang calon lainnya bahkan dengan perolehan suara yang memungkinkan pilkada cukup dilakukan satu putaran saja.

Saya tidak hendak mengomentari hasil survey, apalagi kemudian terjebak dalam bantah bantahan, sebab sebagai orang yang pernah terlibat dalam proses survey, saya faham betul, bahwa setiap hasil survey adalah buah dari sebuah pekerjaan akademik yang jelas dapat dipertanggungjawaban, sekali lagi dari sisi akademik.

Survey opini publik/jajak pendapat menjadi trend di Indonesia sejak tahun 2003 lalu, ketika trio Muhammad Qodari, Syaiful Mujani dan Deny JA mendirikan Lembaga Survey Indonesia. Pada perjalanannya kemudian hari, mereka bertiga menjadi motor bagi para ilmuwan politik lainnya untuk melakukan hal yang sama.

Sebelumnya, jajak pendapat opini publik dilakukan untuk kalangan internal dan tidak dipublikasikan, namun seiring dinamika politik pada waktu itu, hasil jajak pendapat disiarkan melalui media secara masif dan berkelanjutan hingga hari ini.

Survey atau jajak pendapat jelas tidak bisa dibantah bahkan dengan kalimat apapun, karena pekerjaan ini jelas mengacu pada teory dan data statistik yang sudah ada serta dilakukan dalam koridor ilmu yang secara ketat mengatur tentang metodelogi dan sistimatikanya.

Kembali ke berita di berbagai media lokal di Padang yang sudah dua kali merilis hasil survey dari dua lembaga berbeda, saya mengingatkan kita semua betapa pentingnya untuk mengetahui metode penelitian yang dipakai serta penarikan sampelnya. Selain kemudian mengetahui pula track record lembaga survey tersebut. Dalam direktori Asosiasi Lembaga Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) saat ini tercatat puluhan lembaga survey berbagai skala pekerjaan aktif di Indonesia. Dan sudah tentu saja memiliki latar belakang berbeda.

Tidaklah sulit mendirikan lembaga survey, karena cukup dengan mengurus akta notaris lembaga, serta persyaratan administrasi lainnya, mempunyai analis politik dan ahli statistik, rasannya sudah cukup syarat untuk mendirikan sebuah lembaga survey.

Namun persoalannya, apakah setiap lembaga survey mempunyai analis politik dan ahli statistik yang dapat diandalkan ?, sebab dalam survey, kita menyatukan dua disiplin ilmu yang berbeda yaitu ilmu statistik dan ilmu sosial.

Iklan lembaga survey dan riset yang diterbitkan beberapa media harian terbitan hari Selasa dan Rabu pekan ini, lebih ditujukan untuk melakukan propganda politik atau menggertak lawan dalam sebuah pertarungan politik sambil mempeengaruhi opini pemilih agar beralih atau mengalihkan dukungan kepada calon yang didukungnya.

Sahkah ini ?, jelas sah sah saja, sebab dalam sebuah kampanye politik, sebuah attack campaign jelas dibolehkan. Saya setuju dengan iklan itu, namun tidak dengan hasil survey yang dirilis. Karena untuk mendapatkan responden sebanyak 7000 lebih seperti yang disebutkan, butuh biaya besar dan analisa yang komfrehensif serta tentu saja kita juga harus melihat quisionernya. Penyusunan quisioner jelas akan berpengaruh kepada hasil atau jawaban responden. Bukan tidak mungkin quisioner disusun sedemikian rupa sehingga responden tertuntun untuk menjawab sesuai yang diinginkan interviewer. Dan satu hal yang penting, si penyelenggara survey sendiri menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan hanya mencapai 95 persen, angka yang masih jauh dari maksimal.

Tapi apresiasi yang tinggi saya berikan kepada teman teman di lembaga tersebut sebagai awal dari sebuah proses positif menuju dialektika politik yang maju dan demokratis di ranah minang.

Salam

BOBY LUKMAN PILIANG
(Tim Kampanye MARLIS - ARISTO)

No comments:

Post a Comment