Friday 2 July 2004

Adaik Babali...







Dulu sekali ketika nenek masih ada dan aku masih sering pulang kampung..(sekarang ngga lagi..) nenek pernah menanyakan apa aku sudah siap berumah tangga...aku tidak langsung menjawab. bukan karena tidak punya pendamping, dan bukan pula karena tidak punya keinginan untuk berumah tangga...namun yang aku pikirkan saat itu adalah kalimat nenek sebelumnya yang mengatakan bahwa ada cucu seorang koleganya yang masih gadis serta belum juga menikah.



Tapi bukan itu yang penting, bagiku masalah terbesar dan paling menyita pikiran adalah bahwa dikampung kami dan satu satunya, dibumi ini seorang laki laki bujangan atau duda kalau menikah harus dibeli oleh calon istrinya sebesar yang diminta oleh keluarga calon pengantin laki laki..aku pernah secara tegas menolak adat ini diberlakukan..dapat dibayangkan apa jadinya para gadis rancak itu jika orang tua mereka tidak punya uang untuk membeli si bujangan..bukankah akan banyak perawan tua disini...



Sudah banyak bukti nyata soal adat yang aneh ini..adat memang ndak lakang den paneh dan lapuak den ujan (bertahan meski zaman berubah) namun ini bukan zaman kuno..bukan zaman kuda gigit besi.



Hingga akhirnya aku menjawab kalimat nenek,dengan diplomatis, bahwa aku baru memulai kerja sebagai wartawan dan sedang tidak mau diributkan oleh persoalan pernikahan atau perjodohan..



Hingga nenek meninggal tahun 2003 lalu, persoalan itu tidak pernah kami bicarakan lagi, aku juga baru sekali bertemu dengan anak gadis yang diincar nenek..



Februari lalu, persoalan itu kembali muncul. Bukan aku langsung yang mengalaminya, namun adik laki lakiku Riky..keluarga pihak pengantin perempuan harus mengeluarkan uang total sebesar dua puluh juta untuk Riky..harga ini sudah kami turunkan dari tiga puluh juta pada awalnya...aku sendiri ikut dalam pertemuan negosiasi itu..paradok memang aku yang menolak, malah terlibat dalam pembicaraan dan ikut larut dalam alotnya negosiasi..



Minggu lalu hal itu kembali terulang..Rudi, adik lakli laki ku yang lain juga akan segera melepas masa lajangnya...namunbukan dengan anak gadis dari pariaman, tapi dari Darek (sebutan untuk orang bukittinggi, agam oleh orang padang dan pariaman) Rina adalah gadis Bukittinggi, sementara Rudi, adalah laki laki pariaman tulen..hingga begitu hebatlah perdebatan antara kami, Rudi termasuk orang yang moderat, dia menolak uang uangan tu, sementara mamak dan keluarganya berkeinginan untuk menerima uang..alasannya macam macam..Rudi kuliah di UI, sarjana dan anak laki laki yang berhasil, kakaknya belum menikah, melangkahi dua orang kakak lah...hingga alasan alasan yang bagi orang darek jelas tidak dapat diterima..



Rudi dan Rina memang bertunangan..keduabelah pihak dapat menerima alasan yang dikemukakan..namun bagaimana dengan yang lainnya...bagaimana dengan laki laki pariaman lainnya yang masih tetap mempertahankan pemikiran itu..Mudah mudahan aku tidak kena..karena aku juga berencana menikahi gadis darek..bisa bisa apa yang aku rencanakan dengan Vitri berubah kacau karena konservatifnya pemikiran dalam menerjemahkan adat..dan yang aku takutkan lagi..bisa bisa keluarga Vitri juga memankai adatnya bahwa di darek, justru pihak laki lakilah yang harus keluar uang untuk si wanita...



No comments:

Post a Comment