Monday 27 April 2009

Analisa Sosial Flu Babi

Dunia akhir-akhir ini digemparkan dengan berita yang dapat dibilang spektakuler. Sebuah berita yang dapat mengancam peradaban manusia. Berita yang dapat membuat sejarah manusia hanya menjadi catatan simbol belaka.

Dunia digemparkan dengan berita flu babi. Flu babi yang merupakan serotype dr H1N1 merupakan virus yang mematikan yang dapat membumi hanguskan survival umat manusia yang dapat menggerus peradaban manusia tinggal cerita belaka.

Serotype H1N1 merupakan gabungan serotype dari tipe flu burung dan flu manusia. Artinya virus tersebut dapat bermutasi dengan cepat begitu bereplikasi pada sel inang. Serotype ini menurut WHO masih dapat dijinakkan, akan tetapi tidak tahu sampai kapan mampu dijinakkan ketika intelektual manusia harus bersaing dengan intelektual virus yang mudah sekali untuk mutasi dan replikasi. Begitu ditemukan antiviral spesifik, saat itu juga virus tersebut langsung dapat memperbaharui serotypenya.

Menurut info di Media elektronik, virus tersebut dalam 3 hari ini sudah membunuh 103 orang dan menjangkiti 1000 orang. Bahkan sudah menyebar ke AS, Prancis, Selandia baru. Virus ini mematikan dan dapat menular dari manusia ke manusia.

Belum selesai masalah dengan flu burung dan flu singapura. Muncul pandemi flu babi yang memang ancaman global. Peradaban manusia bisa hanya tinggal catatan sejarah belaka.

Analisa Sosial
Jika menggunakan pisau analisa sosial kasus flu babi yang sangat mengejutkan ini. Kita dapat mempertajam dengan analisa kasus Flu Burung dan Wabah Kolera yang menyerang Zimbabwe beberapa waktu yang lalu. Ketika flu burung menjadi topik bahasan dunia. Negara-negara kapitalis memanfaatkan momentum ini untuk meraup keuntungan dengan membuat vaksin yang dapat mengeradikasi flu burung. Sampel virus yang digunakan untuk membuat antivirus ternyata diambil dari virus negara yang terjangkit, kemudian diproses di laboratorium US Navy. Setelah terbentuk antiviralnya kemudian antivirasl tersebut dijual dengan harga mahal ke negara yang justru memasok sampel virus tersebut.

Kasus wabah kolera yang membunuh sekitar 5000 warga zimbabwe karena kepentingan politik kelompok kapitalis yang ingin menggulingkan kekuasaan Presiden Robert Mugabe. Anak-anak menjadi korban utama. Semua negara terdiam, bahkanWHO pun hanya sanggup menutup mata melihat feomena ini tanpa berkutik sedikitpun. Jelas sekali motif tindakan kapitalis untuk menggulingkan status quo pemerintahan Mugabe yang sudah berkuasa lama.

Pun begitu denga kasus flu babi yang terksesan sengaja dipolitisir oleh kepentingan kelompok tertentu untuk mendapatkan kuntungan lebih. Bukan tidak mungkin akan dibuat antivirus yang dapat menangkal serangan virus H1N1 yang hasil keuntungan penjualan antivirus tersbut akan menjadi hak sepenuhnya pemilik modal kaum borjuasi.

Mekanisme share profit dan transpartansi harus diletakkan sebagai pondasi utama untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kasus antivirus flu burung yang mana negara terjangkit justru harus membeli antivirus tersebut dengan harga yang mahal. profit sharing juga dilakukan secara egaliter dan terbuka. Sistem yang dianut sangat eksklusif mengabaikan semangat egaliterian.

Pisau analisa kita harus mampu mengarahkan ke hal-hal yang sangat mengganjal. ketika permasalahan ini muncul, siapa yang akan berperan menjadi hero dan siapa yang akan diuntungkan dari investasi politik kesehatan global.??

Permasalahan paling mendasar adalah jika hal ini dibiarkan terus menerus, hanya negara kapitalis yang akan menjadi pemenangnya. Lagi-lagi negara dunia ketiga menjadi objek dungu yang tidak bisa berbuat apa-apa. Bukan tidak mungkin, kedepannya virus tersebut dapat bereplikasi dan mutasi sehingga kelangsungan ummat manusia sudah dapat diprediksi, sekarang atau nanti.

Wallahualam..

Bude ku yang KaTro..

Ada-ada aja tingkah dan polah budeku di rumah... mungkin dulu waktu masih anak-anak belum sempat merasakan kemapanan dalam hidup efeknya akhir-akhir ini dirasakan..

Ceritanya seperti ini...

Ketika kami keluarga dari jogja hendak sowan ke jakarta, ketika itu memang keluarga jakarta sedang membuat hajatan besar.

Dengan segala bekal dan kebutuhan yang diperlukan selama diperjalanan akhirnya kami siap berangkat ke jakarta dengan mobil..

Waktu itu, aku sebagai driver didampingi pak wo sebagai asisten driver..
Awal kami berangkat, kaca mobil segaja dibuka bude agar dapat angin segar (padahal dalam mobil sudah ada AC..tapi aku diam2 aja., sengaja mau ngerjain hehehe...)

Mungkin merasa angin yang masuk semakin kencang, akhirnya ditutuplah kaca mobil. Bingung dan sibuk sendirian mencari bagaimana caranya menutup, bude sibuk mencari penutup kaca manual yang bisa diputar-putar..

"Neng di san, sing nggo nutup kacane"??
" Ha, kui po neng ngisor".. Jawabku..

"Lho, kok ora koyo biasane"??
"Cen, ngono kui.."
hahahaha... Seluruh mobil tertawa karena budeku ternyata baru tau kalau ada penutup kaca yang modelnya dipencet, ga zaman lagi yang diputer-puter..

Setelah bisa ditutup, ternyata kaca itu membuka dengan sendirinya..

Bude tanya lagi..

"Lho??!! kok buka dhewe san"??
"Apane"?? Jawabku..
"Ki, gelo delo'en.. nutup dhewe.. Gelo-Gelo.. padahal ra diapak-apak'ke"..

Setelah diamati dengan seksama dan setelah beberapa kali dicoba masih juga membuka dengan sendirinya, akhirnya aku perhatikan lengan kiri bude menekan tombol pembuka, ya jelaslaaah.. setelah ditutup membuka sendiri lha wong tangannya nempel di pembuka kaca..

Hwahahahahahaha...

Kisah yang unik waktu akhir-akhir ini ketika mudik ke Kutai..
Kita serombongan jalan-jalan ke waduk, nah ditengah jalan budeku bertemu dengan buleku yang sedang menggendong anaknya di depan rumah.. Nama bule ku Hani..

Dari dalam mobil bude teriak-teriak keras sambil berkata
"Haniii.... Haniiii... Hey..Hey.. Ayo ikuut"..

"Opoooo iki..."
"Piye tho?? Lha wong kacane ditutup rapet, ra ketok seko njobo kok malah teriak-teriak.."
"Ya ga dengar to yo.." Tambah aku menimpali..

"Bude, kalau mau teriak kacanya dibuka dulu, les mobilnya terlalu hitam, dari dalam bisa liat keluar, tapi dari dalam ga bisa liat keluar"..

Kata Bude "IYA THO??.. Hwahaahhahahaha

Aduh, sakt perutku mengingat kisah-kisah lucu bersama bude, belum lagi ketika perjalanan dengan peswat, bikin malu dech.. Hwahahahaha.. Tapi so far so good lah.. skrg udah agak modern dikit..

Piss Bude Piss...

Friday 10 April 2009

Cara Menghitung Perolehan Kursi DPR dan DPRD


KPU menerbitkan peraturan No 15/2009 tentang tata cara penghitungan perolehan kursi masing-masing parpol, baik untuk DPR-RI dan DPRD. Ada 3 tahapan yang akan dilalui dalam penentuan perolehan kursi DPR. Pertama, menentukan angka bilangan pembagi pemilih (BPP), kedua, 50% dari BPP, ketiga, BPP baru, dengan cara suara dan kursi sisa ditarik ke propinsi. Berikut ini gambaran cara menghitung kursi parpol.

DPR-RI memiliki 560 kursi yang terbagi ke dalam 77 daerah pemilihan (dapil), dengan jumlah kursi bervariasi tiap dapil. Sebelum menghitung perolehan kursi parpol per dapil, terlebih dulu kita harus menentukan parpol mana yang lolos parliamentary threshold (PT) sebesar 2,5 persen dari surat suara sah nasional dan parpol mana yang tidak lolos. Parpol yang tidak lolos PT tidak akan diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi.

Kita andaikan, dengan jumlah pemilih tetap kita mencapai sekitar 171 juta, hanya 160 juta di antaranya yang mengunakan hak suaranya. Dari jumlah sekian itu, surat suara sah nasional ternyata berjumlah 150 juta. Dengan demikian jumlah suara yang harus dimiliki parpol untuk lolos PT adalah 2,5 persen atau 3.750.000 dari 150 juta suara.

Angka 150 juta itu adalah suara untuk 38 parpol. Dengan angka PT 2,5 persen, kita asumsikan hanya 10 parpol yang lolos PT dan berhak diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi. Karena harus dikurangi suara parpol yang tak lolos PT, kita buatlah total suara sah ke-10 parpol itu 140 juta.

Nah, angka 140 juta ini tersebar ke 77 dapil. Penetapan perolehan kursi parpol harus dilakukan per dapil, mengingat jumlah kursi dan jumlah pemilih di tiap dapil berbeda-beda. Sebagai contoh, untuk Propinsi DKI terdapat sekitar 7 juta pemilih dengan 3 dapil, yakni dapil I (Jakarta Timur) yang memiliki 6 kursi, dapil II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri) yang memiliki 7 kursi, dan dapil III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan wilayah administrasi Kepulauan Seribu) yang memiliki 8 kursi.

Untuk mempermudah pengertian tata cara penetapan perolehan kursi parpol, kita akan mengambil contoh dapil Jakarta I yang memiliki 6 kursi dengan jumlah pemilih 1.800.000. Kita mulai dengan pengitungan tahap pertama.

Tahap Pertama
Menentukan BPP adalah dengan membagi seluruh jumlah suara sah parpol yang lolos PT di suatu dapil dengan jumlah kursi di dapil tersebut.
Untuk dapil DKI Jakarta I, misalnya, agar mempermudah penghitungan, kita asumsikan dari 1.800.000 pemilih, suara untuk 10 parpol yang lolos PT adalah 1.200.000. Dengan dibagi 6 kursi, maka angka BPP 200.000. Artinya, 1 kursi berharga 200.000 suara. Parpol yang memperoleh 200.000 suara secara otomatis memperoleh kursi.
Kita buat 10 parpol itu bernama A hingga J. Parpol A memperoleh 150.000 suara, parpol B 240.000, parpol C 70.000, parpol D 320.000, parpol E 40.000, parpol F 70.000, parpol G 80.000, parpol H 90.000, parpol I 30.000, dan parpol J 110.000.
Partai yang memperoleh kursi di tahap pertama adalah parpol B dengan sisa suara 40.000 dan parpol D dengan sisa suara 120.000. Dengan demikian dari 6 kursi, 2 di antaranya telah terbagi, jadi masih sisa 4 kursi. Sisa suara kedua partai tersebut bersama suara 8 parpol lainnya diikutkan dalam perhitungan tahap kedua untuk memperebutkan 4 kursi sisa.

Tahap Kedua

Pada perhitungan tahap kedua, parpol yang memperoleh sekurang-kurangnya 50 persen BPP (100.000 suara) akan memperoleh kursi. Parpol yang memiliki suara di atas 100.000 adalah parpol A, parpol D (berasal dari sisa suara perhitungan tahap pertama sebesar 120.000), dan partai J. Dengan demikian, 4 kursi sisa perhitungan suara pertama telah terbagi 3, sehingga tinggal 1.
Sebagai catatan, jika jumlah parpol yang lolos 50 persen BPP melebihi jumlah kursi sisa, maka pembagian kursi dilakukan secara ranking. Yang suaranya paling banyak dialah yang dapat kursi.
Adapun jika terdapat 2 atau lebih parpol yang memiliki suara sama, sedangkan kursi yang tersedia tidak mencukupi, maka pembagian dilakukan dengan cara diundi. Pengundian dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU. Mengenai mekanisme pengundiannya, hingga saat ini KPU belum menentukan.
Jika pada tahap kedua ini tidak ada parpol yang lolos 50 persen BPP, maka semua suara dan sisa kursi akan dibawa ke perhitungan tahap ketiga dengan cara ditarik ke propinsi untuk digabung dengan dapil lain dan dicari BPP baru per propinsi.
Perlu dicatat, parpol yang memperoleh kursi di tahap kedua ini secara otomatis tidak bisa lagi dibawa ke tahap ketiga. Meskipun suaranya melebihi 50 persen BPP sehingga masih ada sisa, namun sisa ini dianggap hangus.

Tahap Ketiga

Perhitungan tahap ketiga dilakukan dengan cara menarik seluruh sisa suara dan sisa kursi dari tiap dapil ke propinsi untuk dicari BPP baru. Dalam contoh kasus kita, mengingat di DKI Jakarta terdapat 3 dapil, maka suara sisa dan kursi sisa dari ketiga dapil ini ditarik ke propinsi alias digabung.
Dari dapil I kita telah memperoleh sisa kursi sebanyak 1 buah, sedangkan sisa suaranya sebanyak 420.000 (gabungan dari suara parpol C, E, F,G, H, I, dan sisa suara parpol B). Kita bermain asumsi lagi, untuk dapil II sisa kursi sebanyak 2 buah dan sisa suara sebanyak 630.000, sedangkan untuk dapil III sisa kursi sebanyak 1 buah dan sisa suara sebanyak 550.000.
Untuk memperoleh BPP baru, gabungan sisa suara harus dibagi dengan gabungan sisa kursi. Jadi 1.600.000 dibagi 4, sama dengan 400.000. Jadi BPP baru itu adalah 400.000.
Parpol yang gabungan suaranya dari ketiga dapil mencapai angka 400.000 akan mendapat jatah 1 kursi. Jika jumlah parpol yang lolos BPP baru ini melebihi jumlah kursi, maka pembagian kursi dilakukan secara rangking. Empat parpol dengan suara gabungan terbanyak akan mendapatkan kursi.
Jika tidak ada yang lolos BPP baru ini, maka mekanismenya juga menggunakan rangking. Empat parpol dengan suara terbanyak akan mendapatkan kursi.
Jika ada parpol yang memperoleh suara sama, namun jumlah kursi yang ada tinggal 1, maka pembagian kursi dilakukan dengan cara undian. Seperti pada tahap kedua, pengundiannya dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU yang mekanismenya hingga saat ini belum ditetapkan oleh KPU.
Jika sebuah parpol memperoleh kursi pada tahap ketiga ini, lantas di dapil mana dia harus mendudukkan wakilnya? Jawabannya adalah di dapil yang menyumbang suara paling banyak.
Sebagai misal, partai H memperoleh 1 kursi di tahap ketiga ini. Dari dapil I yang kita jadikan contoh, partai ini memperoleh suara 90.000. Sedangkan dari dapil II dia dapat 170.000 dan dari dapil III dia mendapat 190.000 (misalnya). Artinya kursi yang dibagikan ke partai H diambilkan dari dapil III.
Lantas bagaimana jika ternyata di dapil III itu kebetulan tidak ada kursi sisa? Jawabannya adalah diambilkan kursi dari dapil terdekat yang memiliki sisa kursi.

Perhitungan Kursi DPRD

Untuk DPRD, baik propinsi maupun kabupaten/kota, PT tidak berlaku. Artinya seluruh parpol yang memperoleh suara, berapa pun suaranya, akan diikutkan dalam pembagian kursi.
Perhitungan hanya dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan dengan membagi suara sah seluruh parpol di sebuah dapil dengan jumlah kursi untuk ditemukan BPP-nya. Parpol yang lolos BPP ini akan memperoleh kursi.
Perhitungan tahap kedua dilakukan dengan cara ranking. Jika pada perhitungan pertama masih terdapat sisa kursi, maka sisa kursi ditambah sisa suara yang belum terpakai di perhitungan pertama akan diikutkan dalam perhitungan tahap kedua.
Parpol yang mempunyai suara paling banyak di tahap kedua ini akan mendapatkan kursi. Jika terdapat parpol dengan suara sama, sedangkan sisa kursi tidak mencukupi, maka penentuan akan dilakukan dengan cara diundi dalam rapat pleno terbuka KPUD setempat.

Kepada caleg mana kursi diberikan?

Setelah seluruh parpol memperoleh jatah kursi masing-masing, barulah KPU menentukan kepada caleg yang mana kursi parpol tersebut diberikan. Dengan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka kursi diberikan ke caleg yang memperoleh suara terbanyak dari parpol yang bersangkutan di masing-masing dapil.
Jika di sebuah dapil suatu parpol memperoleh kursi, namun tidak ada satupun caleg yang memperoleh suara, maka pemberian kursi ditentukan oleh parpol yang bersangkutan. Jika terdapat dua atau lebih caleg yang memperoleh suara sama, sedangkan kursinya tidak mencukupi, maka pemberian kursi juga ditentukan oleh parpol yang bersangkutan. (dcn)


Sumber : Buka disini ya

Thursday 9 April 2009

Demokrat benar-benar Demokrat!!


Pesta Demokrasi yang berlangsung tgl 9 April kemarin benar-benar memberikan tamparan bagi parpol besar seperti PDIP dan Golkar. Kejutan datang dari si anak bawang 4 tahun lalu, Demokrat. Walaupun penghitungan maunal KPU masih dalam proses, akan tetapi dari berbagai survey yang dilakukan oleh lembaga survey menunjukkan angka yang cukup signifkan memenangkan Demokrat jauh diatas pesaing-pesaing partai lain. Tamparan yang cukup pedas pada kubu Golkar yang notabene pemenang pemilu 2004. Suara Golkar terjun bebas dari tahun 2004 memenangkan 23% turun disepertinya tidak akan beranjak dari 14% suara. Suatu hasil yang sangat mengecewakan bagi elitis Golkar karena selama ini Golkar tidak pernah sampai turun terjun bebas seperti pemilu 2009 ini.

Demokrat dengan posisinya yang cukup strategis dipemerintahan dengan kebijakan SBY yang super populis mendekati pemilu unu semakin membuat kepercayaan publik meningkat. Iklan-iklan kampanye Demokrat di TV menunjukkan kinerja yang konkrit pemerintahan. Dalam iklan tersebut dijelaskan kesuksesan BLT, Jamkesmas, penurunan angka kemiskinan, swasembada beras dan sebagainya. Bukti kinerja nyata dan sosok SBY yang kharismatik semakin memantapkan pilihan rakyat pada Demokrat. Sosok kepemimpinan yang artifisial SBY justru memainkan peran tersendiri bagi rakyat. Akan tetapi perlu dicatat bahwa jika Demokrat terus menerus menggantungkan diri dengan sosok SBY sementara tidak membenahi infrastruktur partai tentunya 5 atau 10 tahun lagi Demokrat akan susah untuk dapat berkuasa kembali.

Fenomena yang terbalik justru terjadi pada Golkar. Partai yang tahun 2004 menjadi partai pemenang pemilu akhirnya harus anjlok sampai 6%. Hasil yang sangat buruk yang didapatkan golkar seperti mimpi buruk disiang hari. Banyak faktor yang menjadi masalah tersendiri mengapa suara golkar anjlok. Salah satu alasan yang dapat dikedepankan adalah tidak ada ketegasan Golkar dalam mengusung Capres yang notabene pemenang pemilu 2004. Setelah digosok-gosok oleh Ahmad Mubarok baru keluar kandang. Hal ini sebenanrnya mengindikasikan bahwa Golkar masih wait and see masalah capres. Analisa kami, bahwa JK pada dasarnya masih ingin bersanding dengan SBY karena tingkat popularitas SBY meningkat dibanding JK dan tingkat elektibilitas SBY lebih tinggi dibanding JK. Selain itu peta perpolitikan juga mengarahkan Demokrat lebih diinginkan oleh konstituen karena keberhasilan pemrintahan. Sebenarnya JK sendiri masih setengah hati untuk berpisah dengan SBY. Ketidak tegasan inilah yang membuat rakyat juga ogah-ogahan memilih Golkar.

Masalah lain yang juga menjadi kandasnya suara golkar adalah kedua tokoh sentral golkar pada pemilu 2004 seperti Prabowo Subianto dan Wiranto memilih untuk pindah kapal yang sedikit banyak menggembosi suara golkar.

Yang menarik untuk dicermati juga adalah partai kelas menengah yang sampai hasil tabulasi KPU masih saling menyelip antara PKS, PPP, PAN dan PKB ditambah Gerindra dan Hanura. Partai tengah ini masih saling salinp menurut sumber dari beberapa lembaga survey.

Yang menarik dibahas saat ini adalah koalisi pasca pileg. Apakah golkar masih berfikir realistis dengan hasil yang berkisar 14-15% suara untuk mengajukan Capres atau secara idealis Golkar mengambil posisi Cawapres. Masalahnya sekarang Koalisi dengan siapa? Ketika SBY masih mencari sosok yang ideal untuk menjadi pendamping cawapres, apakah JK akan berduet kembali dengan SBY atau seperti apa?? Atau bahkan siap membuat koalisi golden triangle dengan PPP dan PDIP? Apakah segmentasi peta perpolitikan tanah air akan mengarahkan Indonesia pada struktur kepemimpinan baru atau akan tetap berlanjut seperti saat ini. Hanya waktu yang akan membuktikan siapakah yang akan menjadi pemenang sejati.

Tokoh : Susilo Bambang Yudhoyono


Jend TNI Purn. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilahirkan pada tgl 9 September 1949 adalah pensiunan militer Indonesia dan menjadi Presiden Indonesia ke 6 hingga saat ini. SBY memenangkan pilpres 2004 dengan mengalahkan capres incumbent Megawati Sukarnoputri untuk kemudian diambil sumpah jabatan 20 Oktober 2004 bersama Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden.

SBY lahir di desa arjosari Pacitan, Jawa Timur. Merupakan putra dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah.

Karir Militer

Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Militer Indonesia (Akabri: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan intelek. Periode 1974-1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad. Pada tahun 1976, ia belajar di Airborne School dan US Army Rangers, American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning) Amerika Serikat.

Kariernya berlanjut pada periode 1976-1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981, Paban Muda Sops SUAD (1981-1982. Periode 1982-1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning) Amerika Serikat.

Tahun 1983, ia belajar pada On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (Panama, Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman pada tahun 1984, Kursus Komando Batalyon (1985) dan meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).

Periode 1988-1989, ia Sekolah Komando Angkatan Darat dan belajar di US Command and General Staff College pada tahun 1991. Periode (1989-1993), ia bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994, Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (1995-1996). Pada tahun 1997, ia diangkat sebagai Kepala Angkatan Bersenjata dan Staf Urusan Sosial dan Politik. Ia pensiun dari kemiliteran pada 1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.

Lulusan Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika Serikat dan Master of Art (MA) dari Management Webster University Missouri ini juga meniti karier di Kasdam Jaya (1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua Bakorstanasda. Karier militernya terhenti sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI) dengan pangkat Jenderal.

Karir Politik

Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Setahun kemudian, tepatnya 26 Oktober 1999, ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.

Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.

Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.

Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai kerier politik puncak. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam pemilu presiden 2004.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye pemilu legislatif 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 persen suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden dan berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.

Masa Kepresidenan

MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.

Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.

Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.

Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk UKP3R, sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada 26 Oktober 2006.[2] Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP3R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers.

sumber : www.wikipedia.org

Monday 6 April 2009

Selamat Merayakan Pesta Demokrasi 2009

Masa kampanya telah usai. Saatnya 3 hari masa tenang dimana seluruh parpol melepas atribut kepartaiannya yang telah terpasang dan terpampang disetiap sudut jalan-jalan di kota. Baik dari atribut bendera sampai atribut caleg yang selalu menghiasi setiap sudut tembok dinding gang rumah anda. Masa kampanye yang berlangsung hampir satu bulan dengan masing-masing parpol mengeluarkan jurkamnya masing-masing dengan segudang janji yang keluar dari mulut manis para penjual janji. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa secara logika berfikir hal itu sah-sah saja karena kita berada dalam sistem demokrasi liberal.

Dalam sistem Domokrasi liberal setiap warga berhak mendirikan partai untuk meraih kekuasaan. Bukan hanya ambisi yng dibalut semangat penindasan dan kehancuran untuk meyakinkan konstituen. Setiap warga negara juga harus memiliki uang untuk dapat berbicara banyak dalam tataran elit politik nasional. Siapa yang punya duit banyak, dia akan mempunyai masa yang banyak pula. Siapa yang koceknya kering, dia akan tergerus dengan arus demokrasi liberal yang deras.

Masa tenag tiga hari diberikan oleh KPU bagi setiap parpol untuk merefleksikan diri dengan sungguh-sungguh dan menelaah program dan janji-janji yang sempat terlontar dari mulut. Tapi secara naluriah karena konteksnya adalah mencari kekuasaan, masa tenang malah dimanfaatkan oleh sebagian parpol untuk konsolidasi secara hidden karena moment pemilu tidak ingin dilewatkan sedikitpun untuk mencari dukungan konstituen.

Silahkan masing-masing kita memilih mana parpol yang baik sesuai dengan platform, visi dan misi yang ditawarkan. Jangan mudah terpengaruh dan ternodai oleh oknum yang ingin memutarbalikkan fakta dengan janji manis tanpa realisasi yang jelas. Kebebasan individu untuk memilih dan dipilih dijamin oleh UUD 1945 dan deklarasi hak asasi manusia.

Akhir kata, apakah yang dikatakan oleh para filsuf yunani kuno Vox Populi, Vox Dei dapat menjadi sebuah realisasi atau itu hanya akan mentah dalam tataran wacana semu yang dalam sekejap saja dapat usang. Andalah yang dapat menjawabnya. Selamat berpesta demokrasi!!??