Wednesday 14 July 2010

Kisah Sedih seorang Boby

Punah benar rasanya saya hari ini, lemah seluruh tulang belulang, kenapa tidak, saya dituduh melakukan yang tidak tidak, benar benar sakit hati saya, Iba benar tepatnya. Uang tak ada, kalah pula dalam pilkada kena tuduh pula lagi...Tuhan dan saya sajalah yang tahu apa yang terjadi pada saya.

Belum selesai merenungi nasib, tadi malam, saya bicara kepada istri, berapa uang dalam tabunganya yang tertinggal, ia menjawab hanya cukup untuk membayar tagihan listrik, PDAM, beli air minum galon dan uang lauk pauk sampai akhir bulan. Untuk susu dna bubur anak aman sudah, karena stok masih banyak.

Untunglah saya tidak pengopi dan perokok, saya merokok itupun sekali kali saja, gratis pula. Tuhan baik sekali mempertemukan saya dengan rokok hanya pada waktu waktu ada yang membayarkan rokok menthol saya yang kecil dan menarik itu.

Istri saya, sambil menyetrika baju yang akan saya pakai ke tanah Jawa ini terus bicara, seperti senapan mesin mulutnya itu, tidak henti mengumpat pemerintah yang menaikan tarif listrik, akibatnya ia tidak bisa menyimpan uang lebih banyak karena harga sembako ikut ikutan terbang ke langit, O ya..beberapa waktu lalu, pedagang ayam di kota Padang ini berdemo, ada ada saja tingkah mereka, menolak berjualan ayam, padahal anak saya yang lagi lucu lucu itu sangat suka makan ayam, istri saya juga penggemar sop ceker. Saya sering mencimeehnya karena makan ceker. "Yang dimakan orang sajalah yang kamu makan, itu kata saya sekali kepadanya yang dijawab sambil memicingkan mata menandakan dia tidak setuju sama sekali.

Soal harga Sembako, memang itulah keluhan utama kaum hawa, termasuk istri saya itu. Kalau beras amanlah kita, sawah warisan nenek saya di Pariaman cukup luas untuk memberikan pasokan beras ke rumah, namun kalau minyak goreng, apa mau dikata, kerambil yang tumbuh di sekitar rumah kami di kampung sudah meranggas, hidup malas mati takut pula. Lagipula, istri saya pasti tidak bisa membuat minyak goreng dari kelapa. Saya jamin itu, sepuluh jari di kepala..

Tapi sembako khan bukan hanya beras dan minyak goreng, ada pula jenis lain yang ikut terbang tinggi. Akhirnya pedagang jadi kreatif mereka mengoplos berbagai jenis sembako itu. Haaa...ini yang jadi penyakit, tadi saya baca berita di internet. Ada pedagang cabai yang kreatif mengoplos cabai dagangannya dengan cabai busuk. Sakit hati saya membaca berita itu, takut juga ada, jangan jangan istri saya telah membeli cabai oplosan itu pula dan memakannya dengan lahap. Hallah sudah, kalau itu terjadi, bagaimana dengan anak saya, kalau ibunya sakit gara gara makan cabai oplosan. Pasti sansai jadinya, suami tidak dirumah, badan sakit, anak kecil pula merengek minta di gendong, saya berpikir itu terjadi pada istri saya.

Dalam hati saya berdoa saja, semoga harga harga ini tidak makin terbang tinggi, kasihan istri saya, uang bulanannya pasti tidak cukup untuk membeli lauk pauk, dan kebutuhan rumah tangga lainnya, dan jangan sampai ia terpengaruh berita di TV soal ibu ibu demo gara gara harga sembako naik. Kalau istri saya ikut demo ke DPRD dan Balaikota, pusing sangat saya nanti. Masa saya wartawan meliput istri saya demo ke Balaikota membawa panci dan periuk nasi sambil menggendong anak...Semoga Tuhan menjauhkan istri saya dari TV dan Infotainment dan saya dari fitnah yang tidak bertanggung jawab. Amiin...

No comments:

Post a Comment