Saturday 30 May 2009

Selamat Datang di Senayan

Maubaca.com.- Komisi pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan nama -nama anggota DPD dan DPR RI periode 2009 - 2014 pada Minggu 24 Mei 2009 kemarin.

Berikut nama -nama anggota DPR RI yang terpilih untuk periode 2009 - 2019:

Anggota DPR yang kembali terpilih dalam pemilu anggota DPR 2009 diantaranya adalah Al Muzzammil Yusuf dari Partai Keadilan Sejahtera (dapil Lampung I), Agung Laksono dari Partai Golkar (DKI Jakarta I), Ida Fauziyah dari Partai Kebangkitan Bangsa (Jatim VII), Effendi MS. Simbolon dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DKI Jakarta III), dan Jazuli Juwaini dari PKS (Banten III).

Ahmad Muqowam dari Partai Persatuan Pembangunan (Jateng X), Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar (Jatim I), Anis Matta dari PKS (Sulawesi Selatan), Idrus Marham dari Partai Golkar (Sulsel III), Sutan Bathoegana dari Partai Demokrat (Sumut I), Taufiq Kiemas dari PDIP (Jabar II), E.E. Mangindaan dari Partai Demokrat (Sulawesi Utara), dan Topane Gayus Lumbuun dari PDIP (Jatim V).

Agoes Poernomo dari PKS (DI Yogyakarta), dan KRMT. Roy Suryo Notodiprojo dari Partai Demokrat (DI Yogyakarta), Trimedya Pandjaitan dari PDIP (Sumatera Utara II), Jhoni Allen Marbun dari Partai Demokrat (Sumut II), Tjahyo Kumolo dari PDIP (Jateng I), Ignatius Mulyono dari Partai Demokrat (Jateng III), Aria Bima dari PDIP (Jateng V), dan Angelina Sondakh dari Partai Demokrat (Jateng IV).

Tokoh partai yang menjadi calon anggota DPR terpilih diantaranya adalah Tifatul Sembiring dari PKS (Sumut I), Rully Chairul Azwar dari Golkar (dapil Bengkulu), Ruhut Poltak Sitompul dari Partai Demokrat (Sumut III), Suryadharma Ali dari PPP (Jabar III), Hidayat Nur Wahid dari PKS (Jateng V), dan Burhanuddin Napitupulu dari Partai Golkar (Sumut I).

Puan Maharani dari PDIP (Jateng V), Pramono Anung Wibowo dari PDIP (Jatim VI), Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat (Jatim VI), Zulkifli Hasan dari Partai Amanat Nasional (Lampung I), Marzuki Alie dari Partai Demokrat (DKI Jakarta III), Nurul Arifin dari Partai Golkar (Jabar VII), Muhaimin Iskandar dari PKB (Jawa Timur I), dan Irgan Chairul Mahfiz dari PPP (Banten III).

Sejumlah tokoh partai lainnya yang memperoleh kursi di DPR adalah Edhie Baskoro Yudhoyono dari Partai Demokrat (Jatim VII) dan Adang Daradjatun dari PKS (DKI Jakarta III).

Para menteri yang berhak mengisi kursi di parlemen yaitu Jero Wacik dari Partai Demokrat (Bali), Taufiq Effendi dari Partai Demokrat (Kalimantan Selatan I), Adhyaksa Dault dari PKS (Sulawesi Tengah), dan Freddy Numberi dari Partai Demokrat (Papua). Meskipun ada surat penarikan Freddy sebagai calon terpilih dari Partai Demokrat, namun KPU memutuskan untuk menetapkan terlebih dahulu sebelum melakukan perubahan.

Diantara deretan nama-nama calon anggota DPR terpilih, terdapat nama-nama yang sudah tidak asing lagi. Mereka lebih dikenal sebagai publik figur oleh sebagian besar masyarakat yaitu Rachel Mariam Sayidina dari Partai Gerindra (Jabar II), Rieke Diah Pitaloka dari PDIP (Jabar II), Primus Yustisio dari PAN (Jabar IX), Venna Melinda dari Partai Demokrat (Jatim VI), Tantowi Yahya dari Golkar (dapil Sumatera Selatan II), dan Okky Asokawati dari PPP (DKI Jakarta II).

Dedi S. Gumelar atau akrab disapa Mi`ing dari PDIP (Banten I), Jamal Mirdad dari Pari Gerindra (Jawa Tengah I), Utut Adianto dari PDIP (Jateng VII), Inggrid Kansil dari Partai Demokrat (Jabar IV), Tetty Kadi Bawono dari Partai Golkar (Jabar VIII).

Nama-nama lengkap Anggota DPR RI terpilih, silakan download disini


Tuesday 19 May 2009

SBY berboedi, Satu Suara untuk Satu Bangsa

Lengkap sudah 3 kontestan pilpres yang akan bertarung pada pilpres 2009. Setelah JK Win, Mega Pro dan terakhir adalah SBY berboedi. Pemilihan cawapres SBy ini memang mengalami pasang surut. Setelah konflik antara demokrat dengan Golkar dengan keputusan cerai setelah menjalin hubungan politik yang mesra, akhirnya melalui rapimnassus Golkar memutuskan untuk bercerai dan mengusung JK sebagai Calon Presiden.

Keputusan SBY memilih Boediono tentunya sudah dapat diprediksi sebelumnya. SBY memerlukan sosok ekonom tangguh yang bertangan dingin yang mampu menyelamatkan bangsa dari masa resesi seperti saat ini. Maka dipilihlah Boediono sebagai pendamping. Santer beredar kabar bahwa Boediono akan meminang Akbar Tandjung cawapres karena posisi beliau sebagai ketua Dewan Pembina Barindo, lalu muncul juga dua nama tokoh PKS, tifatul Sembiringm Presiden PKS dan Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR.

belum lagi gejolak yang terjadi ditubuh PAN yang akhirnya mencalonkan Hatta Rajasa sebagai Cawapres SBY. Manuver demi manuver dilakukan tim 9 demokrat untuk menyusun arah koalisi dan strategi koalisi untuk pemerintahan yang efisien. yang sempat menggoyahkan posisi koalisi besar yang digadang oleh PDIP, Golkar, Hanura dan Gerindra, walaupun sempat melakukan pendekatan-pendekatan dengan PDIP untuk menggoyang koalisi tersebut. Toh pada akhirnya kandas jua karena PDIP akhirnya mengusung Prabowo sebagai pendamping Megawati.

Penunjukan Boediono sebagai cawapres menuai kontriversi. Boediono yang menurut sebagian besar pengamat menganut neoliberalisme ditangkis sendiri oleh Boediono bahwa hal itu merupakan tanda Demokrasi hidup.

Sosok Boediono yang sederhana, arif, cerdas dan tidak memiliki kepentingan bisnis dan politik merupakan nilai plus tersenidiri. Keputusan SBY meminang Profesionalis sebagai Cawapres apakah akan menguntungkan SBY atau malah menjadi bumerang dan SBY sendiri justru akan terjatuh dan terperosok ke dalam lubang yang dibuatnya??

Kita tunggu saja 9 April 2009.

Rindunya hatiku berkumpul dengan Ikhwah..


Ikhwah, antum dimana? kangen nich.. lama ga ketemu. mungkin terakhir kita ketemu ketika kita kumpul di Munas Malang. Fajrin, anang, Mas Dodi, dkk lainnya..

Gimana kabar antum?? sehat kan..

Afwan ya selama ini udah jarang OL di web, dengan akesibukan dan aktivitas koass memang meyita waktu. Sempat futur nich.. dan dalam keadaan turun. Al Imanu Yajid, Wa Yankus itu benar hakikatnya..

Ikhwah...
Afwan ketika nikahnya anang g bisa datang, wah kayaknya sebentar lagi kita punya kemenakan dari anaknya radit dan anang. Ga sabar menunggunya.. Udah kangen nich merindukan suasana Munas, Antibiotik dan lain-lain.

Ikhwah..
Ingat ga ketika pertama kali kita ketemu..
Saya ketemu fajrin pertama kali ketika di Palembang, Munas II. hehehe.. sekarang beliau menjadi staff ahli di FULDFK.. Pas Munas di Solo sempat beliau dipaksa masuk struktural di FULDFK, akhirnya dengan dipaksa mas dana beliau masuk sbg Sekretaris umum.

Ikhwah..
Anang my best friend. Anang itu kecil-kecil imut.. Cabe Rawti. Nyesel rasanya ketika nikahnya Anang ga bisa datang. Afwan ya Nang, waktu itu lagi banyak penugasan di stase THT, maklum awal stase. Ketemu anang pas Antibiotik di UI, beliau memang militan PKS. Dimana-mana PKS selalu dihati> Alhamdulillah beliau sudah menikah, Nang.. Minta doanya semoga diberi kemudahan ya..

Ikhwah..
Adik-adikku, Pobby and Kyan.. Love you so much..
Kapan nich kita kumpul bersama, walaupun jauh tapi tautan hati ini akan tetap menyatu. Tak akan lekang ditelan waktu dan asa. Kyan and pobby, salam hangat selalu ya.. tetap semangat!!??

Ikhwah..
Mas dodi and Gofur.. Pada kemanaan antum.. Lama tak bersua. Sekarang FULDFK sudah semakin dewasa dan semakin besar. Sudah saatnya mereka mandiri dengan pemikiran yang progresif dan dinamis. Kita sebagai sesepuh hanya bisa memberikan doa dan dukungannya.. Ali Reza, selamat ya antum sudah menjalankan amanah antum sebagai ketum tahun kemarin.

Dibalik itu semua, dari dalam lubuk hati saya yang paling dalam ingin sekali berucap dan berkata IKHWAH, AKU MERINDUKANMU.. RINDU AKAN SUASANA HANGAT, RINDU AKAN KEBERSAMAAN KITA DALAM SUKA DAN DUKA. ALLAHU AKBAR..

IKM, Hmm.. Gue Bangeeeet...


Wah.. wah..wah entah mengapa koass stase IKm ini kuhadapi dengan semangat 45. Walaupun jauh dari jogja ke secang, sempat aku lalui bersama-sama team, sebut saja mereka binta, daper and si wajah mesum Irsat.

Karena memang sejak awal pingin di struktural, ga pingin ambil klinisi. Klinisi itu jadi pekerja, kalau struktural kita diluar sistem, menjadi pengamat kebijakan kesehatan di indonesia. hehehehe.. Kalau kata Prof. Rusdi, orang-orang IKM pas kalau di posisi Menteri Kesehatan, Amien.. hehehe

Berangkat dari ketertarikan ilmu sosial kemasyarakatan, IKM ini memerlukan pisau analisa sosial yang tajam terhadap permasalahan sosial. Disini kita akan berhadapan dengan berbagai masyarakat dengan berbagai macam latar belakang sosial dan kultural. Nah sobat, disitulah tantangannya. Aku sendiri lebih senang menghadapi konflik dibanding harus menghindari konflik, ketika kita menghadapi konflik, kita akan berhadapan dengan manajemen konflik yang memerlukan berbagai problem solving hehehehe..

jadi begini sebenarnya, klinisis tiu kalau menurut saya lebih profit oriented, aduh benturan ideologinya sangat besar dibanding IKM. Sumpah ga tenang ketika harus dikejar-kejar oleh pabrik obat yang minta tanda tangan untuk meresepkan jenis obat paten yang harganya memang mahal. Ambil contoh, antibiotik amoksisilin aja ada berapa macam perusahaan farmasi yang menjual amoksisilin sebagai nama dagang.. contoh amoksan dsb.. ya ga bro??

itu baru amok, belum yang lain. bikin ga tenang dengan keadaan seperti itu.. Jadi cari amannya aja ya ambil IKM aja, mental kita lebih ditempa untuk problem solving dan mental kita lebih tebal untuk survive dalam sistem beoliberal seperti saat ini.. hehehe..

Nah, semangat itu yang aku bawa ketika koass IKM disecang, dengan berbagai macam program yang cukup banyak sehingga bener-bener keteteran n kewalahan. Mulai dari manajemen mutu puskesmas, manajemen program, Survey mawas diri and MMD.. Hmm.. capek sich tapi bener-bener asyiik.. Bagaimana kita harus mengedepankan aspek profesionalisme diatas segala-galanya, badan terasa capek, pikiran pun lelah, hati terkadang bergejolak.. tapi kita harus tetap melambaikan senyum kita yang tulus diantara para stakeholder di desa. Itulah kita sebagai calon dokter harus dapat ditempa sedini mungkin untuk dapat memberikan yang terbaik untuk semua.

Naah, dari itu semua sebenarnya masih ada yang mengganjal dari dalam hati. bagaimana cara meyakinkan ortu khususnya bapak yang mana beliau sangat getol banget aku disuruh ambil klinisi, spesialis interna atau bedah.. hmmpff... Capek dech..

Padahal dari sekarang sudah mempersiapkan diri untuk ambil MPH, entah dimana aja. yang penting cita-cita kesampaian. Khusus IKm sendiri sebenarnya masih sangat luas cakupannya, mau ambil epidemiologi, pembiayaan kesehatan, promosi kesehatan atau K3 Hiperkes. Yang terakhir itu yang diinceng, K3 Hiperkes. Keren kan jadi dokter perusahaan duitnya banyak trus ga dikejar-kejar pabrik obat. Malahan kita bisa merumuskan suatu konsep perusahaan sehat. Toh ujung-ujungnya struktural juga nantinya. Kumpulin duit untuk bikin RS. Islam (namanya belum kepikir, saat ini kepikiran Ar RAhman), kalau udah punya RS, rencananya ntar ambil MARS or MMR, naik dech ke atas di struktural.

Mbah, eyang, kakek, nenek, encang, encing, opa, oma mbok de n pakde, mbok lik n pak lik, tante n om semuanya.. MINTA DOANYA YA, SEMOGA MY DREAM COME TRUE.. AMIEN

Sekilas tentang Prof. DR. Boediono, ekonom bertangan dingin


Calon Wakil Presiden (Cawapres) pendamping SBY, Capres Partai Demokrat, ini seorang ekonom profesional bertangan dingin. Tangan dingin Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada dan Doktor Ekonomi Bisnis lulusan Wharton School University of Pennsylvania, AS 1979, ini terbukti selama menjabat Menteri Keuangan pada pemerintahan Megawati, Menko Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu (resuffle Senin (5/12/2005), maupun sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Selama menjabat Menkeu Kabinet Gotong-Royong, suami dari Herawati dan ayah dua anak (Ratriana Ekarini dan Dios Kurniawan), ini berhasil membenahi bidang fiskal, masalah kurs, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi.

Bersama dalam The Dream Team dan Bank Indonesia, Master of Economics, Monash University, Melbourne, Australia (1972), itu berhasil menstabilkan kurs rupiah pada kisaran Rp 9000-an per dolar AS. Begitu pula dengan suku bunga berada dalam posisi yang cukup baik merangsang kegiatan bisnis, sehingga pertumbuhan ekonomi menaik secara signifikan. Pria berpenampilan kalem dan santun serta terukur berbicara itu juga dinilai mampu membuat situasi ekonomi yang saat itu masih kacau menjadi dingin.

Saat baru menjabat Menkeu, langkah pertama yang dilakukan berpenampilan rapih dan low profile itu adalah menyelesaikan Letter of Intent dengan IMF yang telah disepakati sebelumnya serta mempersiapkan pertemuan Paris Club September 2001. Paris Club ini merupakan salah satu pertemuan penting karena menyangkut anggaran 2002. Setelah itu, dia bersama tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong, secara terencana mengakhiri kerjasama dengan IMF (Dana Moneter Internasional) Desember 2003.

Departemen Keuangan di bawah kendali pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943, itu pun berhasil melampaui masa transisi pascaprogram IMF, yang sebelumnya sudah dia ingatkan akan sangat rawan, bukan hanya menyangkut masalah dana, tetapi juga menyangkut rasa percaya (confidence) pasar. Apalagi kala itu, Pemilihan Umum 2004 juga berlangsung. Kondisi rawan itu pun berhasil dilalui tanpa terjadi guncangan ekonomi.

Dia berhasil menggalang kerjasama dengan Bank Indonesia dan tim ekonomi lainnya, kecuali dengan Kwik Kian Gie yang kala itu tampak berbicara sendiri sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas.

Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia berhasil memperbaiki keuangan pemerintah dengan sangat baik sehingga mampu membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional.

Tak heran bila majalah BusinessWeek (AS), memberi Boediono pengakuan sebagai tokoh yang kompeten di posisinya sebagai menteri keuangan. Ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam Kabinet Gotong Royong.

Maka ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Ternyata, Jusuf Anwar hanya bisa bertahan lebih satu tahun.

Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono diangkat menggantikan Aburizal Bakrie menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan mengangkat Sri Mulyani menggantikan Jusuf Anwar sebagai Menteri Keuangan.

Boediono sendiri, dikabarkan sempat menolak secara halus saat diminta oleh Presiden Yudhoyono untuk memperkuat jajaran tim ekonomi, dengan alasan hendak beristirahat dan kembali mengajar. Namun, akhirnya ia memenuhi permintaan SBY.

Tiga hari sebelumnya, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyo dalam jumpa pers di Pangkalan TNI Angkatan Udara Kelapa Sawit, Medan, Sumatera Utara, Jumat (2/12/2005), mengungkapkan telah meminta mantan Menteri Keuangan Boediono untuk memperkuat tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, pasar pun menyambutnya dengan antusias. IHSG dan mata uang rupiah langsung menguat.

Terlihat dari nilai tukur rupiah yang langsung naik dibawah Rp 10.000 per dolar AS. Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kini belum didukung pemulihan sektor riil dan moneter. Juga perdagangan di lantai Bursa Efek Jakarta (BEJ) naik signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ langsung ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen) dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100.

Presiden mengakui, sebelum terbang ke Sibolga, Kamis (1/12) pagi, telah bertemu Boediono, memintanya memperkuat tim ekonomi. Menurut Presiden, Boediono cukup meyakinkan untuk mengelola makro-ekonomi dengan baik.

Namun, menurut Presiden SBY, Boediono mengaku ingin beristirahat sambil berbuat baik bagi negara tanpa harus bergabung di kabinet. "Tetapi saya minta, Pak Boediono kalau negara memerlukan, kalau rakyat menghendaki dan Anda harus masuk pemerintahan, tentu itu amanah. Mudah-mudahan semuanya berjalan baik dalam satu dua hari ini," kata Presiden SBY.

Presiden SBY didampingi Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng, dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Rudolf Pardede, menginginkan ada komunikasi dan konsultasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia.

Diungkapkan, inflasi tahun 2005 yang lebih buruk dari tahun 2004 dinilai jauh dari harapan. Tentu ada faktor yang bisa menjelaskan mengapa inflasi buruk. Harus ada keterpaduan atau harmoni kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah dan kebijakan moneter dari Bank Indonesia.

Presiden berharap Boediono akan mampu membenahi kinerja ekonomi Indonesia, terutama di sektor riil dan terkait dengan tingginya laju inflasi saat ini menyusul kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 diiringi tingginya tingkat konsumsi pada bulan puasa Ramadhan dan Lebaran November 2005.

"Mengapa saya akan menata kembali tim ekonomi karena kita ingin semuanya tertata baik, makro-ekonomi, mikro-ekonomi, jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Ada yang harus bergerak cepat, yaitu ekonomi, tetapi harus ada yang menjaga stabilitas jangka panjang, sustainability, dan balance, kata Presiden SBY.

Presiden menginginkan orang yang tepat di posisi yang tepat untuk mendukung kerja tim yang kuat. Pemilihan figur didasarkan pada kemampuan melakukan koordinasi dan kerja sama tim yang baik. Presiden berkepentingan dengan dua hal itu, untuk memiliki dewan menteri dan tim kerja yang baik.

Sementara, Boediono yang dikenal sebagai pribadi yang sedikit bicara banyak bekerja itu, belum mau bicara soal ajakan Presiden SBY tersebut.

Akhirnya Dr. Boediono, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943, itu bersedia menjabat Menko Perekonomian menggantikan Aburizal Bakrie. Ia didukung Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga handal. Mereka membawa perekonomian Indonesia pada track dan daya tahan yang baik, terutama dalam menghadapi krisis ekonomi global.

Kemudian, ada tanggal 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah.

Sebelum menjabat Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu, Menteri Keuangan Kabinet Gotong Royong (2001–2004) dan Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999), Boediono telah menjabat Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Ia juga pernah menjabat Direktur Bank Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto.

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, ini memperoleh gelar S1 (Bachelor of Economics (Hons.)) dari [Universitas Western Australia] pada tahun 1967. Lima tahun kemudian, meraih gelar Master of Economics dari Universitas Monash. Kemudian meraih gelar S3 (Ph.D) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania pada tahun 1979

Sumber : tokoh indonesia

Saturday 9 May 2009

Resensi Buku : TIMOR TIMUR Satu menit terakhir, catatan seorang wartawan



Peristiwa lepasnya Timor Timur (Timtim) dari Indonesia diwarnai berbagai konflik, baik secara politik maupun sosial. Bahkan konflik tersebut berujung pada pertumpahan darah. Hal yang mengusik keingintahuan adalah, bagaimana seorang juru warta harus bersikap di tengah konflik tersebut.

Itulah yang dicoba disampaikan buku ini. Penulisnya, CM Rien Kuntari, tidak hanya mengisahkan berbagai peristiwa yang terjadi di Timtim baik menjelang maupun sesudah jajak pendapat, tetapi juga bagaimana ia sebagai seorang wartawan harus bertindak dan bersikap di tengah pihak-pihak yang sedang bertikai.


Dalam buku ini, Rien menyampaikan banyak pengalamannya selama melakukan tugas jurnalistiknya yang mungkin tidak pernah ia tulis dalam pemberita. Salah satu alasannya adalah untuk meredam konflik ataupun gesekan sosial yang semakin melebar. Sebab, seperti dikisahkan Rien, tulisan dalam media dapat mengubah sikap kelompok-kelompok tertentu di Timtim dalam sekejap. Kemarahan kelompok pro-integrasi dan pro-kemerdekaan dapat terpicu setelah mengetahui tulisan yang dimuat di dalam media.


Bahkan tidak jarang tulisan tersebut dapat memunculkan tuduhan dan "cap" tertentu pada sebuah media, misalnya media yang mendukung integrasi, atau media yang justru mendukung kemerdekaan Timtim. Bahkan, karena hal itu, acap kali wartawan dari media yang bersangkutan menjadi sasaran kemarahan kelompok-kelompok yang bertikai.
Rien misalnya pernah menjadi target kemarahan pasukan milisi. Kelanjutannya, muncul skenario untuk menculik dan "menghabisi" wartawan Kompas (penulis adalah wartawan harian Kompas) tersebut. Menurut informasi yang ia dapat, rencana tersebut dikeluarkan dalam rapat tertutup antara pihak pro-otonomi yang melibatkan pasukan Aitarak dan FPDK (Forum Persatuan Demokrasi dan Keadilan).


Di mata kelompok pro-integrasi Rien merupakan wartawan yang telah melakukan dosa yang tidak terampuni, yakni memberikan berita yang seimbang dalam pemberitaan untuk pihak pro-kemerdekaan. Bahkan kepiawaian Rien dalam menjalin hubungan pihak-pihak pro-kemerdekaan telah memunculkan tuduhan dirinya bukan seorang nasionalis. Hal ini menguat ketika Kompas menurunkan laporan tentang Falintil dan wawancara khusus dengan Taur Matan Ruak dalam tiga halaman penuh pada HUT Falintil ke-24.


Padahal Rien sendiri hanya melakukan profesinya sebagai wartawan secara profesional, yakni tidak memihak pada salah satu kubu yang sedang berseberangan secara kepentingan. Namun di lapangan, seperti di wilayah konflik, kenetralan ini dapat diartikan lain. Dengan begitu, seorang wartawan memang dituntut lebih peka lagi dalam melakukan kegiatannya di wilayah tersebut.
Teror dan intimidasi terhadap wartawan memang hal yang biasa terjadi di Timtim pada masa sekitar jajak pendapat. Salah satu korban yang dicatat oleh Rien adalah wartawan Financial Times biro Jakarta, Robert Thoenes. Menurut Rien, wartawan itu tewas terbunuh dengan sayatan di seluruh bibir dan sebagian wajahnya.


Hal lain yang menarik dari buku ini adalah keterusterangan Rien dalam mengungkapkan fakta yang ditemuinya di Timtim, misalnya saja ia mengisahkan bagaimana kekejaman kaum milisi menghabisi rombongan misonaris yang hendak pergi ke Los Palos dari Baucau. Peristiwa ini terjadi sekitar bulan September 1999. Pada saat itu, sembilan orang tewas dengan menyedihkan, di antara para misionaris terdapat seorang sopir, dua orang pemudi, dan satu orang wartawan.


Rien sendiri mengakui, ketika dirinya menjadi target pembunuhan kaum milisi, ia mengalami ketakutan yang luar biasa. Sebagai manusia biasa, ia juga merasakan kengerian ketika warga Timtim yang sebelumnya tampak ramah, tiba-tiba berbalik menjadi tidak bersahabat dan bahkan menampakkan sikap permusuhan. Bahkan sebelumnya ia juga sempat dihadang moncong pistol yang dihadapkan ke arah kepalanya dari jarak dekat.


Namun, nalurinya sebagai wartawan tidak menyurutkan ia untuk kembali ke Timtim. Ia seperti merasa "gatal" jika hanya memantau perkembangan situasi di Timtim dari Jakarta. Ia merasa harus langsung berada di Timtim untuk melihat apa saja yang sebenarnya terjadi di wilayah itu, ketimbang mengutip dari berbagai media asing dengan berbagai versi.


Itu sebabnya, ketika INTERFET (International Force for East Timor) yang dikomandani Australia memintanya untuk kembali ke Timtim pada pertengahan Oktober 1999, ia langsung menyambutnya. Apalagi hal ini didukung oleh atasan Rien di harian tempatnya bekerja.
Mengenai hal ini, Rien menuliskan, bahwa pada akhirnya INTERFET membutuhkan media juga untuk mengimbangi pemberitaan negatif mengenai Australia. Padahal sebelumnya wartawan Indonesia betul-betul mengalami perlakuan diskriminasi dari pasukan tersebut.


Memang, persoalan Timtim tidak lepas dari persoalan hubungan antara Australia dan Indonesia. Sejak pasukan INTERFET tiba di Indonesia, hubungan kedua negara ini selalu memanas. Hal ini tidak lepas dari sikap Australia yang arogan terhadap Indonesia. Hal ini bahkan menyulut protes dari Indonesia.


Salah satu kasus yang memicu ketegangan antara Indonesia dan Australia adalah operasi rahasia yang dilakukan oleh Australia di wilayah Timtim. Meskipun hal ini diprotes oleh pihak TNI, namun pihak Australia tetap tidak ambil pusing. Pada perkembangan berikutnya, aksi Australia ini mengundang kemarahan sejumlah negara, termasuk Amerika. Kemarahan Amerika tersebut dipicu oleh keengganan Australia untuk membagi hasil dari operasi rahasia tersebut.


Hal lain yang menarik dalam buku ini adalah bagaimana sebagai seorang wartawan Rien memiliki tanggung jawab yang tidak sekadar menuliskan berita secara netral tetapi berpikir dengan spektrum ataupun kepentingan yang luas. Misalnya saja ketika ia menghadiri homili Uskup Mgr Filipe Ximenes Belo, SDB pada misa penutupan bulan Oktober, atau bulan devosi kepada Bunda Maria.


Dalam khotbahnya ketika itu, uskup justru menjelek-jelekkan Indonesia. Bahkan secara terang-terangan ia menyerang kaum milisi dengan menyatakan kaum milisi harus "mencuci tangan yang berlumuran darah", dan menebus dosa yang telah diperbuatnya secara setimpal.
Khotbah tersebut disampaikan secara berapi-api seakan tidak satupun kebaikan di pihak Indonesia. Padahal ketika kekacauan di Timtim memuncak justru dialah yang lari meninggalkan umatnya di Timtim, dan misionaris Indonesialah yang tetap berada di Timtim.


Isi khotbah tersebut membuat Rien bertanya-tanya, apakah benar ia tengah mendengar khotbah dari seorang penerima Nobel Perdamaian? Jika menuruti keinginan hati, mungkin Rien ingin menuliskan apa yang didengarnya itu ke dalam berita. Namun pada saat itu ia teringat kepada Xanana, Taur Matan Ruak, dan Falur Rate Laec. Ketiga tokoh Timtim yang tidak pernah lepas dari senjata itu justru selalu meniupkan angin perdamaian, rekonsiliasi dan perdamaian.
Akhirnya, Rien memilih memihak kepada Xanana dan kawan-kawannya. Ketimbang menuliskan berita yang berisi ucapan menyakitkan dari sang uskup yang mungkin akan menyulut gesekan yang lebih luas, baik ia menuliskan berita yang lebih menyejukkan setiap pihak. Sebab dengan begitu perdamaian di Timtim akan lebih mudah terwujud.


Secara garis besar, dalam buku ini dapat dilihat bagaimana seorang wartawan menjalankan tugasnya. Wartawan tidak hanya dituntut untuk memiliki kepiawaian dalam menjalankan profesinya, serta keberanian dalam menghadapi situasi yang paling ekstrem, tetapi juga mempunyai hati untuk menentukan keutamaan. Virtus in medio, keutamaan itu ada di tengah.

Sumber : ulas-buku.blogspot.com

Politisi Berguguran, Artis Bermunculan

Jakarta, Kompas - Hasil penghitungan sementara perolehan kursi Dewan Perwakilan Rakyat menunjukkan akan banyak wajah baru menduduki DPR. Para anggota DPR yang selama ini dikenal baik dan berkualitas dalam bidang legislasi banyak yang tak terpilih.
Sebaliknya, calon anggota terpilih berlatar belakang pekerja di dunia hiburan bermunculan.

Penghitungan dari hasil rekapitulasi perolehan suara nasional yang diolah Kompas dan Centre for Electoral Reform hingga Kamis (7/5) di Jakarta menunjukkan sudah 544 kursi dibagikan. Jumlah itu hanya menyisakan pembagian kursi untuk Nusa Tenggara Timur (13 kursi) dan Maluku Utara (3 kursi).
Dari jumlah itu, Partai Demokrat diperkirakan memperoleh 145 kursi, Partai Golkar 101 kursi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 92 kursi, Partai Keadilan Sejahtera 58 kursi, dan Partai Amanat Nasional 45 kursi. Adapun Partai Persatuan Pembangunan diprediksi mendapat 37 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa 28 kursi, Partai Gerindra 23 kursi, dan Partai Hanura 15 kursi.

Dari pembagian perolehan kursi berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2008 dan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 diketahui banyak politikus di DPR gagal masuk kembali ke DPR. Mereka antara lain Ketua DPR Agung Laksono yang maju dari Golkar untuk daerah pemilihan DKI Jakarta. Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Ferry Mursyidan Baldan (Golkar, Jawa Barat II) dan mantan Ketua Pansus RUU Penyelenggara Pemilu Saifullah Maksum (PKB, Jatim V) juga tidak mendapat kursi.
Anggota DPR lain yang gagal adalah Andi Yuliani Paris dari Komisi II DPR (PAN, Sulsel II), Lena Maryana Mukti anggota Komisi II DPR (PPP, DKI Jakarta II), dan Abdullah Azwar Anas dari Komisi V DPR (PKB, Jatim VII).

Penuh artis

Sebaliknya, para pekerja hiburan, mulai dari pembawa acara, penyanyi, model, hingga pemain sinetron dan film yang diprediksi masuk ke DPR adalah Jamal Mirdad (Partai Gerindra, Dapil Jateng I), Angelina Sondakh (Demokrat, Jateng VI), Tantowi Yahya (Golkar, Sumsel II), Miing Bagito alias TB Dedi Suwendi Gumelar (PDI-P, Banten I), dan Rachel Mariam Sayidina (Gerindra, Jabar II).
Ada pula Rieke Diah Pitaloka (PDI-P, Jabar II), Tere alias Theresia EE Pardede (Demokrat, Jabar II), Ingrid Maria Palupi Kansil (Demokrat, Jabar IV), Nurul Arifin (Golkar, Jabar VII), Tetty Kadi Bawono (Golkar, Jabar VIII), Komar alias Nurul Qomar (Demokrat, Jabar VIII), Primus Yustisio (PAN, Jabar IX), M Guruh Irianto Sukarno Putra (PDI-P, Jatim I), CP Samiadji ”Adji” Massaid (Demokrat, Jatim II), Venna Melinda (Demokrat, Jatim VI), dan Eko ”Patrio” Hendro Purnomo (PAN, Jatim VIII).

Direktur Eksekutif Cetro Hadar Gumay mengatakan, kegagalan anggota DPR yang cukup berkualitas dan banyaknya calon terpilih dari dunia hiburan menunjukkan kekeliruan partai dalam melakukan perekrutan calon anggota legislatif. ”Sejumlah caleg dipilih partai hanya sebagai pengumpul suara, tetapi abai dengan kualitasnya,” katanya.

Koordinator Divisi Advokasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Tommi A Legowo mengatakan, berkurangnya politisi berkualitas dan banyaknya calon terpilih artis pada DPR nanti tidak akan mengubah apa pun dari kinerja dan performa DPR selama ini. Kinerja DPR selama ini sangat ditentukan oleh partai politik, bukan oleh anggota partai di DPR. ”Kualitas DPR tidak ada relevansinya dengan kualitas anggota DPR-nya. Mau profesor, artis, atau politisi, mereka tetap utusan partai yang harus tunduk pada kebijakan partai,” katanya.

Sementara itu, meskipun hingga Rabu lalu masih terdapat tiga provinsi yang sama sekali belum dihitung, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary menjamin hasil pemilu dan perolehan kursi partai politik dapat diumumkan pada Sabtu (9/5). Pengumuman akan dilakukan Sabtu sekitar pukul 19.30. (mzw/sie/ana)

Sumber KOmpas Cetak halaman 4, 8 Mei 2009

JK Win, Lebih Cepat Lebih Baik..


Partai Golkar dan Hanura telah resmi mengusung pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto ke pilpres 2009. Pasangan yang paling awal mendeklarasikan diri ini tak hanya didukung oleh dua parpol tetapi juga 7 parpol yang tidak lulus parliamentary treshold.

Langkah politik yang berani dan terlalu cepat dilakukan oleh Golkar dengan mengusung JK sebagai Capres berdampingan dengan Wiranto. Dengan slogan "Lebih Cepat, Lebih Baik" harapan besar kemajuan bangsa ada dipundak kedua tokoh tersebut. JK-Win itulah jargon yang diusung oleh kedua tokoh untuk merebut simpati rakyat yang memilih.

Memang langkah berani Golkar tidak dapat dilepaskan dari langkah berani SBY dalam menetapkan kriteria Cawapres pendampingnya. Dengan menawarkan opsi 3 alternatif cawapres yang akan diusung oleh Golkar dengan harapan SBY memiliki kebebasan dalam memilih pasangan yang ideal. Hal itu justru menjadi bumerang bagi SBY dan Demokrat. Keputusan itu menuai badai dengan keluarnya Golkar dari koalisi mesra dengan Demokrat selam 5 tahun terakhir.

Puncaknya ketika dalam rapimnassus, para peserta dengan penuh emosional memilih keluar dari Demokrat dan mengusung Capres sendiri. Menurut informasi dalam media setak dan elektronik, masalah harga diri sebagai partai besar ditempatkan pada peak performance dalam koalisi dengan Demokrat. Alih-alih mempertahankan koalisi, demokrat malah menjatuhkan harga diri Golkar sebagai partai besar.

Dengan koalisi besar yang diusung dengan Gerindra, Hanura, PDIP dan partai lain siap untuk menahan laju Demokrat dengan SBYnya yang memiliki tingkat elektibilitas yang cukup tinggi. Koalisi besar yang digadang adalah mesin politik untuk dapat menggulingkan hegemoni Demokrat yang sedang naik daun dimata rakyat.

Memang tingkat elektabilitas JK win masih jauh dibanding dengan SBY sehingga untuk dapat mendapatkan kepercayaan dari konstituen harus bekerja ekstra keras. Menurut analisa penulis alasan mengapa JK memilih Wiranto sebagai pendamping adalah sosok wairanto yang masih memiliki kharisma terbukti sekitar 23 juta suara yag didapatkan Wiranto sebagai Capres golkar 2004 dapat memuluskan ambisi elite untuk merengkuh kekuasaan.

Wiranto dengan Hanura sebagai kendaraan politik mampu meraih 3,6% suara dibanding dengan Gerindara yang habis-habisan iklan di media cetak dan elektronik namun hanya meraup 4,3% suara dibawah PKB. Ini membuktikan dari segi logistik masih terdapat kekurangan akan tetapi dari segi efektifitas mesin politik dapat berjalan dengan baik.

Ada permasalahan yang cukup pelik. Ternyata dari intenral Golkar sendiri tidak solid dalam mendukung JK sebagai Capres, khususnya dari DPD II yang mempertanyakan mekanisme rapimnasus yang tidak melibatkan DPD II, menurut sebagian kalangan cara ini inkonstitusional. Menurut analisa penulis cara ini adalah salah satu cara untuk mempersempit ruang gerak Akbar tanjung yang dinilai masih mempunyai power dikalangan pengurus DPD II. Keretakan internal ini semakin diperparah dengan manuver internal DPP yang sebagian masih menginginkan duet dengan SBY melihat hasil pileg tidak cukup signifikan untuk dapat mengusung Capres.

Inilah politik, dinamika internal sangat mewarnai suasana sampai gong kampanya pilpres dimulai. Apakah JK Win mampu menjawab keraguan publik. Tidak ada yang tahu sampai waktunya tiba.

Pertarungan Tiga Mantan Jenderal


Pemilu Presiden tahun ini dipastikan akan tambah semarak setelah dipastikan tiga mantan jenderal ikut memperebutkan posisi menuju RI 1. Mulai dari Susilo Bambang Yudhoyono, incumbent yang diusung oleh partai Demokrat, Wiranto yang diusung oleh Hanura dan mantan Danjen Kopasus, Prabowo Subianto.

Ketiga mantan Jenderal tersebut masing-masing memiliki kharisma tersenidri didepan rakyat. SBY dengan kendaraan politik Partai Demokrat menjadi calon yang paling kuat untuk dapat menduduki kursi RI 1. Klaim demi klaim yang mengatasnamakan keberhasilan SBY mulai dari BLT, penurunan angka kemiskinan sampai jamkesmas merupakan fenomenologi tersendiri bagi SBY, padahal secara kasat mata program tersebut tidak cukup populis. Dengan posisi sebagai calon incumbent semakin memantapkan diri sebagai single fighter dipentas pilpres 2009.

Wiranto yang semasa dimilter menjadi atasan SBY seolah tidak mau kalah gertak. Dengan periolehan suara 2,6% di DPR tidak bisa dianggap remeh bahwa hanura dianggap tidak punya taring untuk dapat mengusung Wiranto sebagai pendamping JK. Masih ingat dalam ingatan ketika Wiranto mengusik janji SBY untuk tidak menaikkan harga BBM dan penurunan angka kemiskinan yang mendapatkan respon keras dari SBY sendiri. Panas memang duel antara SBY-Wiranto-Prabowo, mengingat potensi kepentingan militer yang akan dibawa oleh ketiga mantan jenderal ini. Posisi paling aman bagi hanura adalah wapres untuk dapan dengan JK, so at least dengan begitu Wiranto dapat menunjukkan taringnya didepan rakyat.

Gerindra adalah fenomena. Dibalik tangan Prabowo, Gerindra siap menghadang hegemoni Demokrat dengan SBYnya. Meminjam istilah Antonio Gramsci perlu adanya counter hegemoni untuk dapat menghadangkekuatan politik rezim berkuasa. Gerindra yang segemnetasi kekuatannya terletak pada petani dan nelayan berusaha merebut hati rakyat dengan program yang cukup fantastis, mengembalikan UUD 45 ke konsep asal. Apalagi ditambah dengan posisi prabowo sebagai ketua umum HKTI yang dijadikan second machine untuk menggalang kekuatan politik konstituen.

Perang para mantan jenderal dalam bursa pilpres 2009 semakin menyemarakkan pesta demokrasi. Terlepas dari track record selama menjalani karier militer. Prabowo, Woranto atau bahkan SBy diduga terlibat dalam peristiwa Mei 98. Benar tidaknya masalah ini setidaknya dapat membuka cakrawala befikir rakyat untuk dapat memilih pemimpin yang jujur dan adil dimata rakyat. Apakah dengan majunya tiga mantan jenderal tersebut dapat memecah belah persatuan dalam tubuh TNI atau bahkan dapat mendorong netralitas TNI kearah politik sentralisasi salah satu calon presiden? Hanya nurani Anda yang dapat menjawabnya...