Wednesday 28 November 2012

Pelanggan Yang Loyal

Apa arti penting sebuah pelayanan ? Begitu kita sudah melakukan aktivitas jual beli sebagai pelanggan, apakah ada rasa kepuasan yang diperoleh atas bentuk pelayanan yang diberikan?

Pelayanan yang memuaskan (excellent service) adalah bagian dari aktivitas bisnis. Tanpa pelanggan yang puas terhadap pelayanan yang diberikan niscaya bisnis yang dijalankan akan runtuh.


Yang menjadi pertanyaan, karena keterbatasan kreatifitas kita untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan, lantas apa yang bisa diperbuat untuk pelanggan kita? Video ini memberikan inspirasi:


Dari contoh yang ditayangkan oleh video tadi, jelas sudah bahwa pelayanan yang unik tidak memerlukan biaya yang besar. Selain diperlukan ketulusan hati memberikan pelayanan, prinsip "memberi" mutlak diperlukan, konsistensi juga jangan dilupakan.

Semoga hari ini kita memberikan senyuman yang tulus kepada pelanggan, orang tua, kekasih, anak dan teman-teman kita ya ;)




10 Hal Dasar Tentang Pemasaran Di Social Media

Saat ini, banyak merek sudah terjun ke media-media percakapan, seperti Twitter dan Facebook. Aktivitas pemasaran pun melebar ke kanal-kanal sosial tersebut. Diyakini, dan sebagian sudah terbukti, bahwa membangun kekuatan konten dan social media marketing bisa membantu merek mengelola basis pelanggannya dengan lebih gampang.

Namun, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh pengelola merek ketika terjun ke media sosial. Tidak boleh disamaratakan dengan aktivitas di offline, meskipun keduanya saat ini terintegrasi.

 


 Susan Gunelius, kolumnis Entrepreneur.com, memaparkan ada 10 hal yang mendasar tentang praktik Social Media Marketing.

Berikut sadurannya:

1. Prinsip Mendengarkan
Dalam media sosial, percakapan harus diutamakan. Percakapan adalah proses interaktif antara pemilik merek dan audiensnya. Dalam percakapan, hal paling penting adalah mendengarkan. Di sini, diharapkan pemilik merek lebih banyak mendengarkan ketimbang lebih banyak bicara. Membaca apa yang menjadi topik utama pembicaraan di kalangan audiens cukup penting dan baru kemudian bergabung dengan percakapan mereka.

2. Prinsip Fokus
Lebih baik menunjukkan spesialisasi tertentu ketimbang ingin memberikan banyak hal tapi tidak fokus. Dengan demikian, posisi merek akan semakin kuat. Konten yang disajikan juga harus fokus.

3. Prinsip Kualitas
Kualitas lebih penting daripada kuantitas. Lebih baik bila memiliki 1.000 koneksi yang membaca, membagi, dan membincangkan konten Anda dengan audiens mereka daripada 10.000 koneksi yang kemudian menghilang setelah kontak dengan Anda untuk pertama kalinya.

4. Prinsip Kesabaran
Kesuksesan konten pemasaran dan media sosial tidaklah dibangun dalam semalam. Butuh kesabaran. Tidak boleh juga melakukan langkah-langkah instan, seperti mendapatkan follower banyak dalam sekejap karena hal itu akan bersifat kontraproduktif. Membangun relasi yang mendalam dengan koneksi tidaklah mudah dan butuh waktu untuk berproses.

5. Prinsip Integrasi
Bila Anda mempublikasikan sesuatu yang berkualitas, menarik, dan kemudian membuat audiens Anda membagikannya kepada audiensnya masing-masing, hal ini sangat menguntungkan. Apalagi mereka akan membagikannya di kanal-kanal sosial lainnya, seperti Twitter, Facebook, LinkedIn, blog, dan sebagainya. Dengan banyaknya sharing dari audiens dan juga diskusi tentang konten tersebut, membuat konten Anda memiliki keterbacaan lebih tinggi di mesin pencari, seperti Google.

6. Prinsip Pengaruh
Anda harus bisa dengan telaten memilih audiens yang memiliki daya pengaruh besar bagi audiens lainnya. Ini yang disebut dengan influencers. Perlu meluangkan waktu untuk menemukan mereka yang sungguh peduli dan minat pada produk, layanan, maupun bisnis Anda. Bangun komunikasi kontinu dengan mereka.

7. Prinsip Nilai
Bila Anda hanya membincangkan soal produk dan layanan Anda di media sosial, para audiens Anda kemungkinan besar akan meninggalkan Anda, cepat maupun lambat. Anda harus bisa memberikan nilai tambah dalam setiap percakapan. Jadikan akun Anda di media sosial sebagai sumber nilai bagi audiens Anda, apa pun jenis nilainya. Jangan lupa menggandeng para influencer Anda untuk memasarkan nilai-nilai tersebut.

8. Prinsip Pengakuan
Pengakuan itu penting dalam relasi di era media sosial seperti sekarang. Sebab itu, agar bisa diakui dalam komunitas online, Anda juga harus bisa memberikan kepercayaan kepada mereka. Selain itu, jangan sungkan-sungkan juga memberi pengakuan kepada siapa saja yang berhubungan dengan Anda di media sosial.

9.Prinsip Aksesibilitas
Aksesibilitas penting sebagai bukti Anda benar-benar hadir dalam komunitas audiens Anda. Jangan pernah mempublikasikan suatu konten lalu Anda menghilang. Tunjukkan dengan respons dan komunikasi interaktif dengan mereka. Selain itu, Anda harus bisa hadir dan menunjukkan

10. Prinsip Timbal Balik
Percakapan harus interaktif di media sosial. Saling mendengarkan dan berbagi. Percakapan tidak bisa lagi dilakukan secara satu arah seperti layaknya iklan-iklan di televisi. Interaksi menjadi penanda bahwa Anda peduli dengan audiens Anda dan tidak hanya memikirkan merek maupun bisnis Anda sendiri.

SUMBER

Friday 16 November 2012

Empati, Mi Instan & Harapan

"Hidup tak selezat mi instan..." - Anonym

Siapa yang tak suka dengan hal yang instan ? Contohnya, kaya mendadak karena lotre, dapat warisan entah darimana datangnya, atau menjadi artis idola lewat jalur kompetisi dan hal-hal instan lainnya yang tak bisa disebutkan semuanya.

Semua hal instan tersebutselain dapat menghemat waktu, tenaga, materi dan lain-lain, memang sudah menjadi bagian dari sifat manusia untuk menyukai proses instan.

Nah, siapa yang suka mi instan ? Saya juga suka kok. Selain mudah penyajiannya, aroma yang menggoda dan rasanya yang lezat memang sengaja dirancang agar membuat kita puas dengan mi instan. Tahukah Anda informasi kesehatan tentang min instan yang biasa beredar di pasaran ?

Saya pastikan Anda juga bisa mencari artikel tentang bahaya dari memakan mi instan secara intens. Dampaknya bisa memicu kanker, usus di potong, dan lain sebagainya.

Tapi di beberapa lapisan masyarakat khususnya ekonomi lemah, mi instan justru menjadi pelipur lara perut yang kosong. Bayangkan, dengan uang seribu Rupiah saja sudah bisa menikmati seporsi mi instan setara dengan sepiring nasi untuk mengganjal perut. Layaknya, mi instan hanyalah sebagai makanan darurat saja sebagai pengganti makanan utama.

Empati

Tidak bisa dipungkiri, sebenarnya mi instan lebih di asosiasikan dengan makanan si jelata. Jelata bagi keluarga kurang mampu, mahasiswa berkantong tipis, dan seperti saya yang harus berhemat untuk biaya hidup setelah akad nikah, hehehehehehe...

Mari kita berhitung dulu ya. Jika dalam sehari kita makan 3 kali sehari dengan hitungan per sekali makan habis uang Rp 10.000/ porsi/sekali makan dengan minum hanya air putih masak, maka dalam sebulan habis biaya makan hingga rata-rata Rp 900.000/bulan.

Jika dengan makan mi instan hanya habis biaya Rp2.500/ porsi/ sekali makan dengan asumsi sehari 3 kali makan dan minum air putih masak, maka dalam sebulan hanya habis Rp 225.000/ bulan. Bandingkan perbedaan angka 900.000 dengan 225.000. Perbedaan angka yang fantastis jika dilihat dari sisi rakyat jelata.

Harapan

Bukan tanpa alasan memindahkan kebiasaan sehat menjadi makan-makanan instan yang murah. Saya setuju dengan Anda dengan jawaban alasan PENGHEMATAN. Alasan klasik seperti gaji tanggal 1 sudah koma alias gaji sudah tak cukup untuk menutupi kebutuhan pokok padahal baru tanggal muda, alasan menabung untuk investasi masa depan, atau alasan-alasan yang lain.

Bukan berarti para mahasiswa harus dipaksa untuk tidak makan mi instan kalau toh juga biaya pendidikan makin mahal. Tapi itulah korelasinya jika biaya pendidikan makin tinggi, sudah seharusnya makin mengencangkan ikat pinggang dan memberi isi perut dengan mi instan.

Bukan berarti dengan paksaan ekonomi makin banyak warga pinggiran makin memfavoritkan makan mi instan dan traditional dry rice ( nasi aking) sebagai dampak makin sulitnya mendapatkan penghidupan yang layak di negeri sendiri.

Empati & Harapan

Apakah arti empati bagi kita semua jika ada tetangga di sebelah masih harus menahan lapar? Apakah kita masih sanggup menggantungkan harapan dari berseliwerannya mobil box mi instan yang sedang mendistribusikan mi instannya ? Atau, masihkah kita harus miskin dengan makanan pokok mi instan ?

Ditengah saudara-saudara kita yang masih mengkonsumsi pangan mi instan, masih ada harapan untuk perjuangan penghidupan layak , seperti pendidikan yang terjangkau, menjadi pasangan yang harmonis yang tak cekcok dengan masalah dapur keuangan, dan kesehatan yang layak walaupun  menapaki proses yang tak instan pula akan cita-cita masing-masing individu dan kolektif.

"Tulisan ini sebagai renungan sebelum liburan"



Monday 5 November 2012

Secercah Kemandirian

Hari ini saya masih diberi kesempatan untuk menulis blog kesayangan yang satu ini. Alhamdulillah ya,hehehehe...

Sudah 26 tahun saya masih numpang di planet bernama bumi hanya untuk sekedar mencari pembenaran salah satu hal penting dalam hidup kita yaitu makna kemandirian.

Kita ambil contoh sederhana, seseorang yang rela untuk meninggalkan kampung halaman untuk merantau ke daerah lain untuk penghidupan yang layak bisa dipastikan akan lebih terpacu semangat bertahan hidup misal bekerja dengan sungguh-sungguh karena pekerjaan tersebut yang menjadi sumber penghidupan satu-satunya.

Apakah kita harus menjadi perantauan agar terbentuk mental mandiri ?

Tidak juga. Contoh lain seperti berusaha menjadi pedagang/ pengusaha di bumi tempat kaki berpijak juga termasuk langkah menuju kemandirian kok. Mandiri dalam hal finansial lho.

Terus, gimana dong supaya menjadi mandiri ? "Malu dong kalau mandi aja masih di mandiin ama emak.." celoteh anak-anak zaman sekarang. Makanya, baca terus artikel saya ini ya.

Menjadi Mandiri

Sedikit berbagi pengalaman saya berbincang dengan tukang becak bermotor langganan. Kita sebut saja pak Marbun namanya. Beliau semasa masih remaja sudah berprofesi menjadi tukang becak dayung. 30 tahun kemudian becaknya sudah memiliki mesin sehingga berprofesilah menjadi tukang becak motor yang setia mengantarkan para penumpangnya menuju alamat yang ditujukan. Ya, sekarang beliau di usia senja masih setia dengan profesinya sebagai veteran tukang becak ditemani seorang istri yang selalu setia dengan pak Marbun. Sampai sekarang tetap setia untuk menyisihkan sebagian pendapatan untuk pembangunan gereja ditempat pak Marbun biasa beribadah walaupun dalam nominal sangat kecil.

Cerita lainnya adalah kawan saya yang sudah bekerja sebagai pegawai swasta dengan posisi yang layak dan mendapatkan gaji yang pas untuk menghidupi dirinya sendiri, tapi masih terus saja mengeluh dengan setumpuk masalah kerjaan kantoran yang selalu mengganggu psikisnya dan terus menerus merasa tidak puas dengan gaji yang diterimanya tiap bulan. Alhasil, gajinya pun habis untuk sekedar entertainment/ liburan.

Ada juga seorang teman saya juga yang ditinggal meninggal kedua orang tuanya, kemudian terpuruk dalam kemiskinan. Berkat kemampuannya untuk bangkit dari keterpurukan mental, akhirnya sekarang sukses menjalani bisnis ponsel di kotanya, walaupun semasa masih merintis usaha ponselnya, saudara-saudaranya menganggap sebelah mata karena teman saya ini dianggap tidak kompeten berbisnis. Nyatanya, beliau sekarang termasuk dalam jajaran pengusaha yang patut diacungi jempol oleh berbagai kompetisi wirausaha seperti wirausaha muda mandiri. Setiap hari terus dibiasakannya untuk bersedeqah kepada yang berhak sebagai wujud empati susahnya hidup seperti yang pernah ia rasakan juga.

Nah, apa arti kemandirian dari ketiga cerita tadi ? Menurut saya adalah :

1. Totalitas

Totalitas / kesungguhan kita menjadikan diri sebagai pribadi yang sangat pantas akan profesi yang kita jalani saat ini adalah salah satu kunci utama kemandirian. Totalitas muncul jika kita mencintai pekerjaan/ kehidupan kita. Kesungguhan kita dengan pekerjaan saat ini, menunjukkan kita mandiri secara persepsi bahwa kita bekerja seolah-olah pekerjaan tersebut adalah perjuangan hidup dan mati. Andaikan besok Anda akan mati, tentunya hari ini Anda akan sangat bersungguh sungguh berbuat baik dengan sesama dan begitu khusyuk beribadah, bukan ? Dengan totalitas, kita dianggap loyal dan berdedikasi lho.

2. Persepsi yang benar

Pada cerita pegawai swasta di atas, menunjukkan bahwa dia mandiri secara finansial, tapi masih bermanja-manja dengan entertainment (hura-hura) sebagai pelampiasan ketidak puasan dengan kondisinya saat itu. Kita tidak harus menjadi mandiri semudah membalikkan telapak tangan. Perlu proses pembelajaran agar memiliki pandangan hidup (persepsi) yang benar seperti semula mandiri secara finansial, kemudian mandiri secara kejiwaan, naik tingkat lagi menjadi mandiri dalam hal berpikir objektif sehingga tercapai kemandirian secara utuh. Terus membenahi cara berpikir juga termasuk proses menuju kemandirian berpikir.

3. Berpikir cerdas

Pikiran adalah pelita harapan. Semboyan ini benar adanya. Bayangkan apabila suatu pekerjaan dikerjaan ala orang bodoh. Tentu hasilnya buruk bukan ? Meningkatkan kualitas diri melalui membaca, mengikuti forum diskusi hingga menjadikan diri pribadi yang layak disebut mandiri secara intelejensia.

4. Syukur

Nilai tertinggi bahkan (menurut saya) tidak semua orang bisa melakukannya adalah syukur. Lihatlah kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah tapi rakyatnya masih miskin. Ini adalah tanda kita masih belum mandiri karena kurang bersyukur kepada Tuhan yang Maha Memiliki. Arti syukur adalah kita mampu dekat dengan Tuhan seperti taat dengan aturan yang digariskan Tuhan sehingga apapun kehidupan yang dijalani tentunya menunjukkan kemandirian secara spiritual. Syukur juga dapat membentengi diri dari sikap gampang menyerah, karena dengan bersyukur kita menjadi optimis besok akan lebih baik daripada hari ini. Sudahkah kita bersyukur untuk hari ini karena masih diberi kesempatan membaca artikel blog saya ini ? hehehehehe

Kesimpulan

Menjadi pribadi yang mandiri adalah dambaan bagi orang-orang pemberani, dinamis dan siap menerima kesuksesan. Tak lagi berpangku tangan, mampu bekerja sendiri adalah definisi kuno tentang arti kemandirian. Mandiri adalah serangkaian sistem pendukungnya yang bekerja secara harmoni seperti totalitas, berpikir cerdas, memiliki persepsi hidup yang tepat dan rasa syukur.

Ini adalah definisi mandiri menurut saya. Bagaimana dengan Anda ?

"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.“







Saturday 6 October 2012

Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi

Wong namanya juga negara masih berkembang di Indonesia, suatu saat yang lalu saya membaca sebuah artikel tentang bagaimana tingkatan korupsi di berbagai negara. Perhatian saya tertuju pada bagaimana keadaan suatu negara yang korup dapat dilihat dari siapa pihak yang paling korup dan dominan dalam korupsi.

Berikut ulasannya :
 
1. Negara paling miskin yang korup adalah para penguasa lokal yg miliki senjata. Contoh negaranya adalah Afrika pedalaman.

2. Negara terbelakang maka yang korup adalah rejim mi
liternya seperti Korea Utara.

3. Negara sedang membangun maka yang korup itu rejim kepolisian, aparat hukumnya. Indonesia lebih berada di titik ini.

4. Negara yang sudah berkembang maka yang korup adalah para politisinya. Negara Eropa Barat diluar Jerman, Skandinavia berada di titik ini seperti Italia atau Spanyol.

5. Negara maju maka yang korup adalah para top eksekutif MNC (Multi National Corporation), investment Banker serta pemilik pemilik modal greedy. Jerman, AS, Jepang ada di titik ini.
 
Nah, super power aparat kepolisian yang kabarnya dari Polda Bengkulu dan Metro Jaya lagi-lagi menunjukkan aksi "solidaritas" sangat salah arah dengan akan menangkap Wakil Ketua Satuan Tugas Penyidik Kasus Simulator SIM KPK, Kompol Novel Baswedan dan Yuri Siahaan, keduanya berasal dari POLRI. Kasus ini menyeret perwira tinggi POLRI, mantan Dirlantas Mabes POLRI, Irjen Djoko Susanto. (sumber)

Bukankah penanganan kasus korupsi sudah menjadi wewenang KPK? Dan bukan rahasia umum lagi jika korupsi di tubuh kepolisian RI sangat mudah ditemukan mulai dari level jalanan raya, pengurusan SIM, surat menyurat, dan lain lainnya?

#saveKPK sudah menjadi trending topic di twitter. Kekuatan netizen menunjukkan tajinya bahwasanya kebenaran akan fakta/ isu akan mudah menyebar melalui social media. Dan ini (lagi-lagi) menjadi bumerang kepolisian RI.

Social media memiliki peran penting untuk mendukung penuh jihad KPK melawan korupsi.

Selamatkan KPK. Hidup mulia dengan memberantas korupsi.




Friday 28 September 2012

Tips Dunia Ekspor (Bagian 1)

Pasar internasional adalah peluang sangat besar meraih untung setinggi-tingginya dari komoditi yang diperjual belikan. Yuk kita belajar ekspor dari blog saya ya ^^




Berikut tips dasar :

1. Setiap komodity untuk pasar ekspor, usahakan kualitas baik dan di jaga.

2. Usahakan kemasan juga harus menarik penampilannya dan tidak mudah pecah/ sobek.

3. Setiap komodity yang ingin di pasarkan untuk ekspor harus mempunyai hasil Lab Analisa dari institusi terpercaya , misalnya dari : SUCOFINDO, dan lain lain.

4. Calon Eksportir Sudah mempunyai perhitungan modal + profit = harga jual.

5. Calon Exportir sedikit banyak menguasai teknis/ cara pembuatan/ jenis/ dan lain lain dari barang yang akan di ekspor
.

SUMBER

Nantikan tips ekspor berikutnya ya ^^

Wednesday 26 September 2012

Pendatang Baru Bernama Tata Motor Indonesia

Sudah terobesi punya mobil baru tapi dana masih mencekik ? Mmm...jangankan Anda, saya pun juga punya keinginan memiliki mobil yang harganya sangat murah namun tetap berkualitas tinggi, ramah lingkungan, layanan purna jual yang mendukung dan sangat hemat bahan bakar.

Saya bisa memberikan alternatif mobil tersebut bisa dijawab oleh Tata Motor Indonesia.

Pasar otomotif mobil di Indonesia memang sangat ketat. Apalagi saat ini masih dipegang kuat oleh beberapa merk ternama yang merupakan pemain lama seperti Toyota, Daihatsu, Mitsubishi, Suzuki, Mercedez Benz, BMW, KIA, Hyundai dan sebagainya. Kehadiran brand baru seperti Tata Motor dengan merk ternama mereka -Tata- pasti menambah sengit perang di pasar otomotif Indonesia.

Kita sebut saja produk andalan mereka yang menjadi ikon mobil termurah di dunia yaitu Tata Nano.

Dengan spesifikasi :









Dimensi

Panjang keseluruhan 3.099 mm
Lebar 1.495 mm
Tinggi 1.652 mm
Wheelbase 2.230 mm
Ground clearance 180 mm
Kapasitas 4 orang
Berat 600-635 kg

Mesin

Tipe: 624 cc, 2 silinder, MPFI
Daya maksimum 35 hp pada 5.200 RPM
Torsi maksimum 48 Nm pada 3.000-3.500 RPM
Kecepatan maksimum 105 km/h
Konsumsi BBM 23,6 km per liter

Suspensi

Depan Independent, lower wishbone, McPherson Strut
Belakang, Independent, Semi Trailing arm with coil spring Ban
Ukuran ban depan 135/70 R 12
Ukuran ban belakang 155/65 R 12
(sumber)

Diperkirakan harga jual on the road sekitar 30 jutaan (sumber)

Bagaimana respon masyarakat terhadap mobil ini ? Tentu beragam tanggapan di lontarkan seperti yang dilaporkan salah satu portal berita di ajang IIMS 2012 (silahkan klik)

Strategi Tata
Menilik dari pernyataan Mr. Biswadev Sengupta, president director Tata Motors Indonesia sebagai berikut :

"Saat ini Tata masih berada pada tahap yang sangat awal. Saat ini kami sedang menyemai untuk menumbuhkan brand image di masyarakat Indonesia. Indonesia adalah pasar besar si kawasan dan berpotensi menjadi pasar utama di dunia. Populasi mobil masih 40 per 1000 penduduk, jauh dibawah Thai yang sudah 150 per 1000 penduduk. Indonesia masih terus akan berkembang. Didukung perkembangan ekonomi yang terus meningkat.  Membuat rakyat Indonesia punya uang. Hal itu melahirkan kebutuhan untuk memiliki properti, mobil, perhiasan dan lain sebagainya. Indonesia juga negara besar, bukan cuma  jabodetabek. Tata akan mengembangkan pasar ke seluruh Indonesia bukan cuma Jawa. Kami sangat serius untuk masuk Indonesia. Kami lakukan dengan sungguh-sunguh. Dan begitu kami masuk, kantor pusat kami akan benar-benar komitmen. Sebelumnya kami sudah lima tahun menjalankan bisnis di Thailand, kami sudah belajar tradisi bisnis dikawasan ini. " (sumber )

Sebagai pendatang baru, perlu tenaga yang ekstra keras untuk menggerakkan lokomotif Tata di pasar otomotif Indonesia. Apa brand image Tata yang ingin di bangun? Apa pula Authentic Brand Story yang akan dibangun untuk mengakselerasi promosi WOM oleh Tata ? Strategi apa yang akan dibangun mengalahkan Goliath Toyota dan merk-merk lainnya yang sudah lama di Indonesia? Jalur kanal promosi pemasaran manakah yang  efektif untuk segera memanen image ? Sudah siapkah sistem produksinya untuk menghindari indent panjang ? Bagaimana kesiapan layanan purna jualnya? dan segenap pertanyaan lainnya yang menghadang di depan Tata Motor Indonesia...

Sungguh pertanyaan yang singkat namun patut dipersiapkan langkah-langkah nyata sebagai pendatang baru.

Perlu Segalanya


Tak bisa dipungkiri, animo masyarakat akan mobil murah, ramah lingkungan dan hemat bahan bakar merupakan sinyal akan ceruk pasar yang sangat potensial untuk digarap. Tata motor mencoba menggarapnya dengan memperkenalkan produk Tata Nano sebagai solusinya. Bagaimana respon masyarakat kedepannya ? Perlu persiapan matang, apalagi pesaing utama Tata Nano kalau di lihat lebih teliti lagi, justru datang dari penjualan mobil bekas dengan sederet produk mobil dari merk-merk yang sudah sangat kuat.

Keraguan utama kebanyakan konsumen otomotif adalah kualitas. Apakah Tata Motor mampu menghadirkan kualitas produk yang handal layaknya produk Jepang? Saya pikir, perusahaan yang sudah go international seperti Tata Motor sudah menjamin keunggulan produknya. Nah, bagaimana mengubah persepi merk yang selama ini masih menjadi image merk kebanyakan konsumen agar segera beralih ke produk dengan merk Tata ?

Kita ambil saja contoh kasus merk sepeda motor dari India,  Bajaj Pulsar dengan mengusung teknologi twin spark yang mampu membuat kendaraan menjadi sangat hemat konsumsi bahan bakar fosil (BBM) dibanding sepeda motor merk jepang seperti Honda atau Yamaha. Kualitasnya mampu menyaingi merk-merk Jepang. Layanan purna jualnya juga mantap. Namun lihatlah kenyataan dilapangan, walaupun  Bajaj Pulsar yang mampu membuat rekor MURI sebagai kendaraan sport paling hemat masih harus tertatih-tatih melawan gempuran persepsi masyarakat " kalau naik kreta, ya naik Honda aja".

Begitulah stereotip masyarakat akan brand image. Susah lho mengubahnya untuk memilih merk yang lain.

Angin Segar

Konsumen Indonesia juga orang pintar. Apakah Tata Nano dipersepsikan konsumen sebagai produk untuk kelas masyarakat menengah ke bawah ? Tentu itu berkorelasi erat dengan harga. Apakah harga yang ditawarkan sepadan dengan fasilitas yang diberikan sesuai dengan harapan konsumen? Saya pikir, konsumen tetap lah makhluk yang serakah untuk memberikan kompensasi sekecil-kecilnya untuk mendapatkan kepuasan sebesar-besarnya. Namun, dengan perkembangan era digital, memunculkan konsumen yang dedicated dan rasional.

Dengan dukungan program pemerintah low cost green car, peluang makin terbuka lebar.

Saya pikir, Tata muncul disaat waktu yang tepat dengan kondisi yang tepat pula.

Bagaimana dengan Anda menilai Tata sebagai pendatang baru di pasar otomotif Indonesia? Berikut video Tata Nano dengan versi teranyarnya yaitu Tata Pixel dan Tata Megapixel. Saya yakin, Anda terkagum kagum dengan mobil -kacang goreng- Tata dan kemungkinan besar Anda akan sangat bernafsu untuk memilikinya segera .

Let's check it out!

 

 

 

Menarik sekali video yang ditampilkan. Bisa saja muncul pernyataan yang merakyat seperti berikut ini :
"Ketimbang naik kereta kena panas dan hujan, lebih baik naik mobil Tata Nano/ Pixel / Mega Pixel." hehehehehe

Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda.


















Tuesday 25 September 2012

Refleksi 26 tahun, jalan panjang mengenal Allah



Refleksi 26 tahun, jalan panjang mengenal Allah

“Sejatinya kita ini fana, seperti butiran pasir dalam genggaman tangan, semakin erat menggenggam semakin banyak butiran pasir yang akan berguguran”

Sudah cukup lama Allah memberi kesempatan untuk merasakan lezatnya iman yang tersirat dalam ayat kauliyah dan kauniyah Nya. Kesempatan demi kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk dapat tersenyum, menangis, tertawa, sedih dan bahagia tidak lain dan tidak bukan karena Allah memberikan kita nikmat kehidupan yang tiada tara. Tepat 26 tahun yang lalu, ketika dilahirkan di muka bumi ini, itulah awal perjalanan panjang mengenal Allah..

Aku dilahirkan bukan dari golongan hijau atau golongan santri, bukan pula berasal dari kaum abangan. Aku dilahirkan dari golongan moderat dalam mengenal Islam sebagai pondasi dasar kehidupan. Latar belakang keluargaku juga tidak ada yang kental dengan nuansa Islam, mereka hanya mengenal Islam secara moderat, orang-orang lama yang masih haus akan pencerahan. Persinggunganku dengan Islam dibagi menjadi 3 fase, fase awal dimana pada fase ini dimulai dari fase ketika awal dilahirkan hingga masa-masa SMA, fase eksistensi dimana pada fase ini sering keluar masuk aliran dalam Islam yang dialami ketika masa-masa kuliah hingga bekerja dan fase makrifat (fase yang belum dialami tapi dapat dirasakan saat ini sedang menuju fase itu).

Pada masa awal-awal ini, ingat ketika masih berusia 6 tahun atau kelas 1 SD dimana awal pertama kali ikut TPA, guru TPA saya ketika itu pak kadir. Beliau yang mengajari saya menulis dan membaca Qur’an hingga khatam, sekitar kelas 5 SD. Dulu, waktu awal-awal ngaji bersama teman-teman main berangkat ke langgar kampung, jaraknya tidak begitu jauh dari rumah, sekitar 1 km. Biasa -bersama teman-teman pulang sekolah SD lewat pematang sawah, istirahat sebentar sambil main jam 13.00 WITA sudah harus berangkat TPA sampai jam 16.30 WITA. Biasalah, sama teman-teman sering kali lewat pinggiran saluran irigasi dekat pematang sawah. Tidak jarang pulang dari TPA mampir di pintu air untuk cari ikan, atau sekedar keburan (berenang.red). Baju yang tadinya warna putih menjadi coklat karena lumpur dimana-mana. Hingga akhirnya diajari cara sholat oleh pak kadir sampai lancar, sejak kelas 1 SD hingga saat ini masih rutin 5 waktu, Alhamdulillah. Pernah ada pengalaman menarik seputar sholat ini, waktu sm bapak diajak nonton sepak bola tarkam, karna saya belum ashar nangis menjerit minta pulang cuma untuk sholat. Tapi sempat juga mengalami penurunan ketika sudah mulai sering mincing, main layangan, main ke hutan tarsan-tarsanan, lompat dari satu pohon ke pohon yang lain hingga perang-perangan. Ingat sekali waktu di suruh jumatan tidak mau karena asyik nonton film telenovela (Cassandra.red), akhirnya sembunyi masuk kandang kambing, waktu itu bapak saya muterin rumah cuma untuk mencari saya tapi akhirnya tidak ketemu.  Disaat naik kelas 2 SD ini, jumatan sudah mulai rutin walaupun awalnya main-main sama teman di selasar mesjid. Saya mulai puasa ramadhan juga dilakukan ketika kelas 1 SD. Sebenarnya, persinggungan dengan Islam sudah dilakukan sejak awal. Rutinitas yang selalu dilakukan hingga khatam Qur’an dan setahun kemudian masuk SMP. Di SMP saya juga ikut rohis SMP yang mengadakan kegiatan pengajian rutin setiap hari jumat. Jarak antara rumah dengan sekolah SMP sekitar 10 km dengan jalan yang berbelok belok dan naik turun gunung. Saya biasanya ke sekolah naik sepeda atau naik angkot, kadang-kadang naik truck pasir. Benar-benar mandiri. Pada masa SMP ini, saya punya kegiatan rutin Yasinan dirumah setiap malam jumat dan hafalan surat pendek juz amma sendiri setiap habis maghrib. Memasuki SMA, kehidupan spirituall sudah tertata rapi, selain memimpin OSIS SMA yang menaungi Rohis, saya juga aktif di pengajian rutin yang diadakan setiap minggunya oleh Rohis. Saya ingat sekali memasuki kelas 2 SMA, saya mulai rajin puasa sunnah Senin Kamis hingga detik ini karena punya tujuan pengen lulus dengan nilai yang baik dan kuliah di kedokteran. Masuk kelas 3 SMA, intensitas hubungan dengan Allah semakin meningkat dengan Tahajud sebagai pintu masuknya, walaupun ketika itu masih bolong-bolong tapi toh Allah dengar semua doa Saya, lulus dengan nilai baik dan masuk kedokteran UII.

Mengenai kuliah di kedokteran ini, saya terinspirasi ketika main-main ke Rumah Sakit dekat rumah sepertinya memakai baju putih-putih sangat elegan, bersih pula. Suatu waktu, ketika ditanya sama Bapak mau ambil kuliah apa di jogja spontan saya bilang Kedokteran. Bapak diam sejenak (mungkin beliau mikir kuliah di kedokteran mahal) tapi akhirnya beliau bilang Iya.

Fase Eksistensi
Awal kuliah di Kedokteran sudah disambut dengan kegiatan yang banyak apalagi waktu ditawarin masuk kepanitiaan baksos di Bulak Salak sm dr Yusuf Hisam (Residen Anestesi) dan masuk ke kepanitiaan deklarasi CMIA (Lembaga Dakwah Fakultas). Berangkat pagi dari rumah pulang malam karena kesibukan yang cukup menyita waktu khususnya persiapan deklarasi CMIA. Waktu itu yang mengajak saya dr. Muthia (Residen bedah Unsyiah), dr. Nasrah Nastasia (Mbak cha-cha, residen orthopedic Unhas), dr. Rifky (PNS Banten), dr. Hayati Salma, dr. Dian. Semua angkatan 2001, hanya saya yang 2004 dan beberapa 4 orang teman lainnya. Deklarasi CMIA berjalan lancar, waktu itu sekitar bulan Februari 2005 (semester 1). Ketika deklarasi, dibentuk tim formatur yang terdiri dari mbak cha-cha, mas rifky, mbak muthia, saya dan aya. Sudah bisa ditebak, akhirnya saya yang terpilih menjadi ketua CMIA pertama. Waktu ditunjuk saya menangis, karena saya merasa tidak pantas untuk memegang lembaga dakwah apalagi status saya orang biasa, tidak ada modal khusus yang saya punya hanya lima waktu, senin kamis, dhuha yang saya jaga dari awal kuliah hingga tahajud yang sering bolong. Dalam benak saya apakah pantas? Mas rifky mencoba untuk menenangkan saya.

Pasca terpilih menjadi ketua CMIA saya mulai mendalami Islam secara kaffah, banyak membaca kitab-kitab, nonton di televisi hingga datang dari satu pengajian ke pengajian lainnya. Dimana ada pengajian disana ada saya, setelah kajian dari mesjid Mardhiyah lanjut pengajian di Hasanah dan seterusnya bahkan saya sampai punya jadwal pengajian lengkap sejogja hanya untuk mencari Islam dimana disanalah Allah berada. Akhirnya saya diajak oleh senior di FK untuk ikut DM KAMMI (Dauroh Marhalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), acara ini semacam perkaderan berjenjang di KAMMI. Acara berlangsung 3 hari di kadisoka. Pasca DM KAMMI saya diajak untuk ikut halaqoh bersama teman-teman, waktu itu saya khusus mengkoordinir anak-anak FK yang dilakukan di kontrakan, akhirnya sampai selesai yang bertahan hanya saya. Ustadz saya yang biasa dikenal dalam dunia liqo disebut Murobi memberi bekal ilmu agama secara utuh dan saya merasa enjoy sekali karena dalam hati saya inilah yang saya cari, saya bela-belain mau ujian blok atau ujian skill practice datang halaqoh malam harinya sampai jam 22.00 atau bahkan 23.00 WIB, padahal esok pagi ujian. Namun lama-lama saya merasa ada yang beda, ketika substansi politik praktis mulai masuk, saya agak galau ketika itu apalagi dikait-kaitkan dengan partai Islam. Saya merasa bahwa kenapa caranya harus seperti ini. Tanpa mengurangi intensitas saya untuk halaqoh saya mencari lagi, sampai akhirnya menemukan beberapa aliran yang membuat saya keluar masuk karena hati saya masih saja galau. Saya sempat ikut kajian rutin teman-teman salafi di Hasanah dan Pogung Raya (Mesjid MPR), atau ikut kajian rutin Ust Irfan Awwas di MMI Kota Gede, dimana beliau sangat memotivasi saya pribadi untuk jihad (ketika itu sedang serangan tentara Israel ke Lebanon). Bahkan ikut kajian rutin Ust Ja’far Umar Tholib, mantan pemimpin Laskar Jihad.  Tapi semua itu juga tidak ada yang membuat hati saya puas. Proses pencarian juga saya lanjutkan ketika ada tawaran dari teman-teman Hizbut Tahrir, tetap tidak membuat hati saya tenang. Sampai akhirnya saya mendekat ke dr. SAA bersama dengan teman-teman Tabligh. Waktu itu kami sering ke Al Ittihad utk taklim bahkan mabit disana. Bersama teman-teman tabligh juga tidak menemukan chemistryyang tepat. Hingga akhirnya asal aja masuk ke pengajian Rausyan Fikr, ada Ust Sofwan disana yang dikemudian hari saya bertemu lagi dalam kajian yang dilakukan oleh HMI.

Banyak aktivitas diluar kampus yang tidak diketahui oleh kebanyakan teman-teman. Bada subuh saya sudah berangkat ke kampus karena tepat jam 06.00 ada kajian rutin di mesjid Ulil Albab, kajian rutin tafsir Qur’an dan Hadist. Pulang sampai rumah kadang mendekati maghrib, kadang kala juga malam. Semua itu hanya datang dari satu majelis ke majelis lain untuk mengisi kekosongan hati yang dahaga akan ilmu. Saya dapat sedikit demi sedikit, pulang ke rumah bukannya belajar malah me-review kajian dan mencoba mencari ayat-ayatnya dalam Qur’an dan dihafalkan.
Modal yang saya dapat secuil demi secuil melalui kajian itu yang saya gunakan untuk menjadi pemandu ONDI. Awalnya menolak karena merasa masih jauh dari mampu untuk menjadi seorang pemandu. Karena ada teh Ika yang menguatkan akhirnya saya terima amanah itu untuk memandu ONDI Menengah. Teh ika dan teman-temanlah yang sering mengingatkan saya jika da akhlak yang terpeleset karena masih belum mapan secara akhlak tapi cukup memahami syariat. Karena posisi sebagai ketua CMIA cukup berat sehingga dikanan kiri depan dan belakang selalu dijaga oleh orang-orang yang care dengan saya. Saya maklumi itu karena itu tadi, secara akhlak belum mapan karena didikan saya bukan didikan anak pondok, saya orang amah seperti kebanyak orang lainnya yang belum memahami Islam secara kaffah. Namun toh saya tidak pernah menyerah terus berusaha mengisi kekosongan hati untuk bisa kaffah dalam memahami Islam.

Fase tersulit ketika memimpin CMIA memasuki masa-masa transisi kepemimpinan di lembaga mahasiswa FK, dimana Dewan Presidium menjadi Dewan Perwakilan dan transisi kepengurusan CMIA dari saya ke anita. Posisi CMIA ketika itu banyak ditinggal kader sementara disatu sisi harus survive. Dari 40 orang kader yang tersisa hanya 5, saya, aya, ucha, the fitri dan the ika. Tidak berlangsung lama karena beberapa bulan kemudian the Ika menikah dan pindah ke Jakarta. Pada suatu waktu, saya menjadi seorang Sani Rachman yang benar-benar menjaga, tidak mau tatapan secara langsung dengan lawan jenis, tidak bersentuhan sama sekali dan celana cingkrang, tidak pernah terlepas dai tahajud, duha, senin kamis, pengajian rutin bahkan hafalan Qur’an. Jika ada yang terlewat akan ada perasaan menyesal dan sedih. Saya pikir inilah fase puncak pergolakan hati yang masih labil. Tapi itu semua benar-benar saya alami. Saya merasakan menjadi seorang yang berbeda setelah keluar masuk aliran. Tapi tetap semua ada hikmahnya, saya bisa mempelajari Islam dari berbagai macam sudut pandang dan memahami Islam secara utuh.
Di akhir 2006, saya dekat dengan dr. SNT, beliau aktif di HMI (MPO) dan orangnya vokal. Beliau dosen, guru, mentor dan seorang kakak buat saya yang banyak memberi bekal dan masukan, memang terkenal vocal. Saya ingat sekali, ketika kami berdebat didepan ruang DPM ketika itu, macam-macam yang diperbincangkan. Dari siang sampai pulang ke rumah naik motor dijalan kami masih berdebat panjang. Akhirnya dia tantang saya masuk HMI. Ikutlah saya di LK HMI (Latihan Kader). Sedikitpun tidak ada penolakan dalam hati, saya bisa menerima tapi saya bukan tipe fanatik terhadap golongan. Saya terima HMI sebagai bagian dari jalan hidup saya dimana bisa sedikit mengisi kekosongan walaupun masih saja hati ini belum merasa penuh dalam mengenall Allah. Kajian di HMI multi aspek sehingga wawasan hidup dan berkembang pesat. Tradisi membaca dan menulis menjadi kebiasaan sehari-hari mulai dari buku-buku filsafat, Islam, revolusi dan ilmu praktis saya babat habis, saya malah jarang membaca buku kedokteran. Terasa haus sekali akan ilmu untuk mengisi kekosongan hati. Semakin banyak yang saya baca merasa hati ini belum penuh dalam mengenal Allah. Saya memang terlambat masuk HMI, sudah udzur di kampus, sudah peak moment di lembaga kemahasiswaan (Ketua DPM) tapi saya buktikan komiteman saya di HMI bukan hanya sekedar numpang lewat tapi komitmen diri, yang saya buktikan dengan mengikuti LK 2 (dua kali, yang satu tidak lulus) ditengah-tengah koass dan bahkan latihan khusus Senior Course (pemandu). Di HMI saya memulai dari nol, bukan untuk pragmatism semata tapii untuk modal untuk menjadi lebih baik lagi.

Sebagai seorang manusia biasa, iman pun naik dan turun. Ketika iman itu naik terasa sekali kokohnya iman itu sulit untuk digoyang akan tetapi ketika turun mudah sekali untuk galau. Ketika turun inilah yang disebut dengan futur. Futur pertama terjadi ketika masuk KKN, futur kedua terjadi ketika masa Koass dan future ketiga terjadi ketika masa studi master di UGM. Terasa sekali kalau ada gradasi iman, karena alarm hati selalu berbunyi ketika ada penurunan iman. Setelah saya analisa kenapa bisa futur salah satunya ketika mulai meninggalkan halaqoh dimana tidak ada lagi yang menasehati dan menjaga hati ini agar selalu istiqomah, kemudian analisa selanjutnya karena kesibukan dimana ketika koass disibukan dengan penugasan dan jadwal jaga IGD dan ketika studi master disibukkan dengan pekerjaan. Karena waktu itu kuliah sambil bekerja.

Masa studi master di UGM menjadi salah satu tahapan hidup karena kuliah di UGM ini memberikan kesan tersendiri buat saya. Berkesan karena pertama kuliah ini saya lalui sambil bekerja dan kedua Alhamdulillah lulus dengan predikat summa cumlaude. Awal kuliah memang waktu pembayaran pertama masih pake uang orang tua, tapi untuk 3 semester selanjutnya dan biaya tesis murni pakai biaya sendiri. Kerja dari satu klinik ke klinik lainnya hanya untuk mengumpulkan uang. Setiap semester uang hasil kerja dikumpulkan kemudian bayar SPP. Terus seperti itu. Kadang bolos kuliah hanya untuk bekerja, ternyata berat juga ya mencari uang. Mengumpulkan uang itu sulit tetapi mengeluarkannya begitu mudah. Pernah suatu waktu, ketika sedang menunggu pasien di Klinik PT Pos, sambil istirahat termenung dalam hati terucap “kok seperti ini ya, habis waktu dari satu pintu Klinik ke pintu klinik yang lain”. Ada perasaan menyesal karena terlalu disibukkan dengan duniawi amnesia sesaat bahwa rukhiyah kita perlu diisi. Jamaah di mesjid berantakan, sholat sering molor, menjadi pelit karena lebih banyak menumpuk uang. Naudzubillah. Untungnya Allah beri aku alarm-alarm yang selalu berbunyi ketika ada gradasi akhlak yang harus diperbaiki. Diluar sana banyak orang membutuhkan bantuan kita tapi kita malah banyak menyimpan harta. Memang sih puas sekali bekerja mendapatkan uang hasil kerja keras diri sendiri dibanding hanya menunggu kiriman orang tua. Akhirnya, karena alarm berbunyi kencang sehingga saya sadar bahwa harus bisa lebih tawaddu lagi bahwa apa yang saya dapat selama ini karena ridho Allah.

Ada alasan logis kenapa saya ambil S2 di UGM dan kenapa pilihan itu jatuh di IKM. Sebelum lulus dokter, kebetulan orang tua datang ke Jogja dan ini momentum awal untuk diskusi rencana jangka panjang. Orang tua ingin saya kembali ke Kalimantan, sementara saya masih mau menghabiskan waktu mencari ilmu dan pengalaman di Jogja. Karena saya merasa ilmu saya masih sangat kurang, belum ada seteguk air yang mampu mengatasi dahaga ilmu ini. Ilmu apa aja khususnya ilmu akhirat. Akhirnya cari-cari alasan untuk menahan paling tidak 2-3 tahun lagi saya bisa bertahan di Jogja. Saya puny aide untuk ambil S2 di UGM. Bak gayung bersambut mentor saya di IKM FK UII (dr. SNT) mendukung penuh, saya disarankan ambil Kesehatan Keselamatan Kerja yang lebih aplikatif di Kalimantan, dan akhirnya saya ambil dan mendaftar di UGM. Alhamdulillah lulus dan keterima di S2 Kesehatan Kerja. Sampai ditengah jalan mau lulus master, saya mendapat beasiswa S2/S3 dari yayasan Insan Cita Bangsa dimana alumni-alumni HMI berkumpul member beasiswa pendidikan kepada kader HMI. Sepertinya sudah satu track dengan Master saya, begitu apply beasiswa dan dapat saya langsung dihubungi oleh Insan Cita untuk mendaftar di Perguruan Tinggi yang ada di negera yang sudah ditunjuk Insan Cita, USA, Inggris, Jerman, Kanada, Australia. Saya daftar di Harvard, tapi harus menunggu satu tahun dulu baru bisa masuk Harvard. Saya ambil Harvard karena teman-teman juga ambil Universitas yang keren-keren seperti John Hopkins, North California yang terkenal paling mahal, Ohio, Cambridge. Persiapan satu tahun ketika akan mendaftar 3 bulan yang lalu saya disarankan oleh pembimbing di UGM untuk mencari supervisor di Harvard. Ketemu supervisor dan kami saling contact ternyata saya terbentur oleh perbedaam kurikulum antara UGM dengan Harvard, saya disarankan oleh pembimbing di UGM dan supervisor di Harvard untuk ambil Master lagi. Ternyata ketika saya siap untuk apply Master, terbentur kembali oleh persyaratan minimal pengalaman kerja 3 tahun dibidang yang sama. Jadi ketika saya akan ambil Master K3 saya harus berada di Industri minimal 3 tahun sementara itu saya selama ini hanya bekerja di Rumah Sakit yang tidak ada hubungannya dengan Industri. Batal lagi! ditengah-tengah kebingungan saya mencoba untuk menenangkan diri dan ambil beberapa opsi-opsi. Opsi pertama PPDS, opsi kedua tetap ambil S3 tapi di Indonesia. Opsi pertama ini sepertinya agak melenceng dari konsep awal karena saya dididik dan dikader untuk mengisi pos di IKM FK UII, agak sedikit bingung bagaimana caranya pamit dengan beliau. Opsi ini juga berdasarkan masukan dari orang tua dan kiai saya. Agak sedikit goncang awalnya untuk berpaling dari IKM karena bingung harus bicara seperti apa, tapi akhirnya setelah merenung dan coba istikharah minta petunjuk Allah diberi kemantapan hati. Opsi kedua ambil S3 lagi di Indonesia, Saya merasa masih terlalu muda dan bekal saya masih kurang, saya takut ilmu S3 menjadi mubazir dan saya ingat kata pembimbing saya di UGM, kalau jadi ilmuwan harus total jangan mlenceng-mlenceng, siap tidak kalau harus ambil S3 dan mempertangung jawabkan keilmuannya kepada masyarakat. Disinilah saya kemudian berfikir kembali dan akhirnya saya putuskan untuk ambil PPDS Cardiologi dan mengabaikan S3 saya.

Saya bela-belain giat lagi bangun malam, geber lagi dhuhanya, puasa diganti lagi menjadi daud seperti pertengah kuliah dulu. Dulu sempat daud selama 9 bulan lamanya, karena kondisi langsung drop saya putuskan untuk kembali lagi ke Senin Kamis, tapi semenjak kerja di RSI Hidayatullah kembali menghidupkan Daud. Niat ini semata-mata untuk bisa lulus test di Harvard karena saya sudah habis banyak untuk persiapan. Ternyata Allah punya rencana lain yang sangat indah.

Suatu waktu, ketika bertandang ke Kampus dalam rangka persiapan akreditasi, saya bertemu dengan dua orang yang sangat berpengaruh dalam hidup saya, pembimbing saya di IKM dan kiai yang sampai sekarang menjadi guru spiritual saya. Beliaulah yang kemudian hari membimbing saya lebih intens dan saya bisa cepat menangkap pesan-pesan ilahiyah yang beliau sampaikan melalui kajian-kajian ataupun diskusi secara langsung. Saya merasakan menemukan sebuah pencerahan baru yang tidak saya dapatkan ketika saya keluar masuk beberapa paham dalam Islam, menawarkan sebuah solusi untuk mengisi dan memenuhi jiwa-jiwa yang kosong dalam hati. Saya menikmati masa-masa ini, masa dimana saya berada on the right track untuk mecari ridho Illahi. Hati saya bisa menerima tanpa ada penolakan, resistensi iya ada, tapi lama-kelamaaan ada yang membimbing langsung sehingga mengerakkan hati untuk tawaddu dan istiqomah di jalan ini. Saya menikmati proses ini dimana sebagian besar orang mempertanyakan dalil dan banyak bantahan-bantahan akan tetapi hati saya tidak menolak. Ternyata proses ini sangat indah dan sabar itu rasanya manis ya. Semoga Allah membuat hamba lebih istiqomah dan semakin tawaddu lagi dalam mengejar ridho Allah.

Sejauh ini, saya bersyukur kepada Allah karena menemukan seseorang yang dapat membimbing dan mengarahkan diri untuk bisa menjadi seorang yang berkualitas secara individu dan saya berterima kasih kepada Allah telah memberikan jalan untuk itu.

Inisiasi Kedepan
Tahun ini menjadi titik balik dalam diri untuk bisa merefleksikan gambaran masa depan. Menjadi seorang yang soleh, tawadu dan istiqomah dalam beribadah. Tak kan patah karna lelah. Perjalanan masih sangat panjang dan berliku, tentunya godaan sudah siap menunggu didepan, mempersiapkan diri untuk bisa melewati godaan tersebut dengan bekal tawakkal. Insya Allah, jika Allah ridho, tahun depan mau lanjut PPDS Cardiologi, ikut saja Allah mau tempatkan dimana waktunya kapan hanya Allah yang Maha Tahu, sebagai manusia hanya bisa ikhtiar sempurna dan berdoa dengan sungguh-sungguh agar niat tersampaikan dengan cara benar. Bahwa jika berdoa maka kita harus meyakini bahwa Allah pasti akan mengabulkan doa kita. Menikah, terntunya menjadi agenda jangka pendek, malu sama Allah kalau sudah mapan namun belum menyempurnakan sebagian dari agama. Semoga Allah ridho. Jangka menengah setelah lulus dari PPDS mau menlanjutkan karir di jogja saja, karena lebih kondusif dari segi lingkungan, segi nilai-nilai keagamaan dan segi keilmuan. Semoga Allah ridho saya mengabdi di almamater FK UII yang telah membesarkan saya. Semoga Allah ridho diberi istri yang solehah dan memiliki 4 orang anak yang soleh dan solehah (2 orang laki-laki, 2 orang perempuan).Semoga Allah juga ridho bisa punya rumah sendiri yang deket dengan mesjid, didalam rumah ada mushola yang megah, rumah tingkat dua, ada halaman depan dan belakang, sederhana namun tampak elegan. Bisa punya punya  mobil sendiri yang keren, motor yang keren juga.

Selalu belajar dan belajar untuk memperbaiki diri dari segala kesalahan dan kehilafan. Tahun demi tahun harus selalu ada perbaikan dan peningkatan. Kalau dulu dimulai dari senin kamis waktu kelas 2 SMA, kelas 3 SMA ditambah tahajjud walaupun sampai sekarang masih bolong, awal kuliah ditambah dhuha walaupun hanya 2 rakaat sebelum berangkat ke kampus selain itu banyak belajar ilmu agama sebagai pondasi dan pegangan hidup, pertengahan kuliah sudah mulai khatam Qur’an minimal 1 kali dalam setahun, akhir kuliah ada penurunan iman. Bersyukur sekali Allah beri saya alarm yang selalu mengingatkan saya jika ada penurunan dibawah garis merah (BGM) sehingga reseptor iman segera meng-counter gejala-gejala penurunan iman dengan cepat dan naik lagi ke posisi aman, setelah bekerja semakin naik lagi kalau dulu belum bisa Qurban sekarang dengan hasil keringat sendiri sudah bisa Qurban, Alhamdulillah. Naik lagi setingkat sekarang semua lebih rapi dan tertata karena adanya seorang guru/kiai yang selalu member nasehat dan mengingatkan dikala gejala-gejala penurunan sudah mulai terasa.

Saya menyadari, sebagai seorang new beginner masih sangat labil, oleh karena itu perlu bimbingan dari seorang yang sudah melewati fase-fase seperti yang saya alami agar dapat dijadikan spirit dalam mencari ridho Allah. Pesawat ini dikemudikan oleh pilot yang masih amatir sehingga terbangnya jangan terlalu tinggi, pelan namun pasti. Bertahap agar sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Namun tetap memiliki cita-cita suatu saat akan menerbangkan sebuah concorde. Amin. Seperti kata Rasul, ibadah itu seperti seorang musafir, dalam bepergian ada kalanya istirahat, makan, minum, tidur, berteduh jalan lagi hingga akhirnya sampai pada tempat tujuan. Belajar, dan tak kan pernah berhenti belajar menjadi seorang laki-laki yang cita-citanya setinggi langit namun kedua kakinya tetap berpijak pada kokohnya bumi. Semua ini kuncinya adalah ridho Allah semata.

“Jika memang harus berlari dan berlari dalam mencari ridho Allah, tak kan pernah lelah raga ini untuk terus berlari hingga kelelahan itu sendiri merasa lelah mengejar kita”

Jogjakarta, 25 September 2012
SRS, MD, M.Sc

Monday 24 September 2012

Hukum 10:90

Kenapa saya sebut “10:90 (ten-ninety) Marketing”? Karena marketing kini tak lagi dimonopoli marketer. Dulu memang marketing 100% dilakukan oleh marketer, konsumen mendapat jatah 0%. Marketer melakukan semuanya: membuat produk unggul, menyewa agensi untuk membuat iklan, dan kemudian mem-broadcast iklan tersebut ke seluruh penjuru tanah air menggunakan TV, radio, atau koran. Sementara si konsumen hanya pasif menerima pesan-pesan iklan si marketer, sambil tentu saja dongkol karena tontonan liga Inggris kesukaannya diacak-acak.

Kini marketing berubah drastis. Marketer cukup mengerjakan 10% saja, lalu sisanya 90% dikerjakan oleh konsumen. Itu makanya saya sebut “10:90”. Marketer cukup mencipta authentic brand story, lalu menaruhnya di Youtube atau memicu percakapan di Twitter/Facebook, that’s it. Lalu konsumen lah yang bekerja keras membesarkan dan menyebarkan gelembung viral dari authentic brand story tersebut ke konsumen lain di seantero tanah air. Dalam “10:90 Marketing” yang bekerja super keras memasarkan produk bukanlah marketer, tapi konsumen.

Ada satu hukum dasar yang berlaku di dalam marketing gaya baru ini. Bunyinya sebagai berikut: “Semakin dominan campur tangan marketer dalam memasarkan produk/merek, maka semakin tumpul dampak marketing yang tercipta. Sebaliknya, semakin banyak keterlibatan konsumen, maka sukses pemasaran yang dicapai akan semakin powerful. Karena hukum itu maka “10:90 Marketing” pasti lebih ampuh dari “30:70 Marketing”. Dan “30:70 Marketing” pasti lebih powerful dari “60:40 Marketing”. Ingat: “Your most powerful marketer is your customers.”

Anda pasti masih bingung. Oke, agar lebih gampang memahaminya, coba kita lihat dua kasus pemasaran super hebat yang terjadi minggu ini. Pertama adalah kemenangan Jokowi di Pemilu DKI. Kedua adalah heboh viral Gangnam Style yang kini menjangkiti dunia.

Jokowi

Jokowi menang dari Foke karena kekuatan “10:90 Marketing”. Yang dilakukan Jokowi dan tim suksesnya sesungguhnya sederhana saja: pertama, membangun “produk unggul”; kedua, menciptakan “authentic brand story”, that’s it. Sisanya, masa pemilihlah yang bekerja keras memenangkan Jokowi. Bekal dua  hal itu sudah lebih dari cukup untuk menggerakkan “laskar WOM” (“word of mouth” maksudnya) yang mengarahkan para pemilih untuk mencoblos no.3 di hari pemungutan suara.

Apa “produk unggul” Jokowi? Prestasi Jokowi selama menjadi walikota Solo mulai dari kampanye city branding “Solo: The Spirit of Java”, relokasi pasar yang manusiawi, hingga dukungan terhadap mobil Esemka yang meroketkan namanya di kancah politik nasional.

Lalu apa “authentic brand story” Jokowi? Jokowi menjadi ikon pemimpin yang merakyat, hobi turun ke lapangan, mendengar keluh-kesah masyarakat, sosok pribadi yang sederhana dan apa adanya. Siapa yang “mengarang” seluruh cerita di seputar keikonan Jokowi? Yang membuat cerita tak lain adalah masyarakat (baca: konsumen) melalui cerita dari mulut ke mulut (WOM) secara natural dan otentik di kalangan tukang becak, obrolan di warung Tegal, hingga diskusi-diskusi di kampus (yup, cocreate your brand story!). 

Inilah yang dalam teori pemasaran WOM disebut wisdom of crowd. Awalnya adalah cerita dari mulut ke mulut, tapi karena menyebar dan diterima secara luas, maka kemudian dianggap sebagai kebenaran.
Dengan modal prestasi masa lalu dan cerita otentik itu, viral keikonan Jokowi merambat cepat ke seluruh penjuru tanah air menjelang hari H pencoblosan. Di sinilah massa pemilih bekerja keras menyebarkan cerita-cerita keikonan Jokowi baik secara offline (dari mulut ke mulut) maupun secara online (melalui ranah internet). Media sosial seperti YouTube, blog, Facebook, Twitter, Youtube, hingga BBM menjadi tools ampuh yang memungkinkan massa pemilih demikian gampang menyebarkan cerita mengenai keikonan Jokowi.

Singkatnya, sebagian besar pemasaran Jokowi di Pilkada DKI bukanlah dilakukan Jokowi dan tim suksesnya, tapi dilakukan secara voluntir, natural, dan otentik oleh massa pemilihnya melalui penyebaran WOM yang powerful. Jokowi melakukan 10% pekerjaan, sisanya 90% dilakukan oleh massa pemilihnya.

Gangnam Style

Fenomena demam Gangnam Style setali tiga uang. Lagu dan gaya tari yang dirilis pertengahan Juli 2012 ini mencapai sukses pemasaran luar biasa di seluruh dunia karena keampuhan “10:90 Marketing”. Gaya tari baru asal Korea yang digagas rapper Psy ini kini memecahkan Guiness World Record sebagai The the Most ‘Liked’ Video in YouTube History yang hingga minggu ini ditonton 235 juta kali. Seperti halnya Jokowi, pemain utama pemasaran Gangnam Style bukanlah Psy atau label rekaman yang mengusungnya, tapi para penikmat tarian baru itu di lima penjuru benua.

Apa “produk unggul” Gangnam Style? Tak lain adalah lagu yang nge-beat dan jenaka; juga tentu tarian Gangnam Style (tari gaya “menunggang kuda”) yang unik, fresh, dan agak nyleneh dari tarian yang selama ini ada. Lalu apa “authentic brand story” dari Gangnam Style? Tak lain adalah cerita-cerita yang melingkupi tarian ini: mulai dari cerita mengenai distrik Gangnam (kawasan Baverly Hills-nya Seoul); satire gaya hidup konsumtif yang menjadi tema lagu/tari ini; hingga tampang Psy yang “anti K-pop idol” alias berlawanan dengan umumnya sosok K-pop ikon yang keren dan imut.

Kunci sukses pemasaran Gangnam Style adalah peran massif dari para laskar WOM di seluruh dunia. Diawali dari kalangan powerful influencers yaitu para selebriti dunia seperti Robbie Williams, T-Pain, Katy Perry, Tom Cruise, Britney Spears hingga Nelly Furtado. Para selebriti yang sangat powerful di media sosial dan media konvensional inilah viral deman Gangnam Style dipicu.

Aksi early influencers ini kemudian disusul dengan aksi laskar WOM yang secara voluntir dan genuine mempromosikan tarian ini. Aksinya macam-macam. Bisa melalui cuit-cuit di Twitter dan Facebook, meng-upload video Gangnam Style tiruan dan versi parodi, atau membikin aksi flash mob (termasuk flah mob Gangnam Style di Bunderan HI yang melibatkan 800-an orang beberapa waktu lalu). Seperti halnya Jokowi, Psy dan timnya melakukan 10% pekerjaan, sisanya 90% dilakukan oleh massa konsumennya di seluruh dunia.

bingkaiberita.com

Jadilah marketer cerdas seperti Jokowi dan Psy. Mereka begitu cantik dan piawai memperalat konsumennya (yup, community of evangelists) untuk memasarkan diri dan produk mereka. Ingat hukumnya: marketer cerdas cukup kerja 10%; 90% sisanya diserahkan ke konsumen.


Social Media Engineering Ala Jokowi-Ahok

Pertarungan dua kubu, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, dalam memperebutkan suara warga dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tidak hanya terjadi di dunia nyata. Di dunia online, pertarungan juga terjadi dan tidak kalah seru.

Pertarungan keduanya seolah menjadi pertarungan dua brand yang berbeda. Sebelum memasuki pentas pemilihan kepala daerah DKI Jakarta,Fauzi Bowo (Foke) dan Joko Widodo (Jokowi) merupakan dua brand yang memiliki penetrasi di medan yang berbeda-beda. Jokowi, dengan latar belakang daerah, otomatis tak begitu dikenal luas seperti halnya Foke yang sudah akrab di telinga warga ibu kota Jakarta.

Namun, dalam rentang dua bulan terakhir, brand Jokowi justru berada di atas brand Foke. Seperti halnya, hasil hitung cepat perolehan suara Pilkada Jakarta putaran II, pasangan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengungguli pasangan Foke-Nachrowi Ramli (Nara).

Fenomena ini dengan mudah bisa dicatat oleh berbagai situs pemeringkat kompetisi brand melalui pelacakan rekam jejak percakapan terkait dengan dua nama yang berkompetisi itu di jagat internet.

Menurut laman web analytics.topsy.com, salah satu situs yang menyediakan pelacakan percakapan brand, terutama di jejaring sosial Twitter, sejak 24 Agustus 2012, kata kunci Jokowi terus memimpin melawan Foke hingga 21 September, sehari setelah pemungutan suara. Jokowi rata-rata dibicarakan 15.000-30.000 kali tiap hari.

Dari grafis yang dihasilkan Topsy, banyaknya mention atau penyebutan terhadap brand Jokowi ataupun Foke berbanding lurus dengan berita yang ada di media massa.

Nama Jokowi di dunia maya terutama melonjak dibicarakan orang pada 16 September, dipicu berita di sebuah media massa berjudul ”Foke Pertanyakan Motivasi Jokowi Jadi Cagub”.

Berita itu tampaknya lebih condong mengekspos nilai negatif dari Jokowi, tetapi kenyataannya justru memberi umpan balik atau sentimen positif terhadap Jokowi dengan menghasilkan sebanyak 88.441 percakapan di Twitter. Pada hari sama, percakapan terhadap brand Foke menghasilkan 58.511 kali, dengan berita ”Inilah ’Positifnya’ Jokowi di Mata Foke”.

”Fokoke Jokowi”

Jelang hari-H pencoblosan, ada satu tulisan unik bernada humor yang mengatrol pembicaraan positif mengenai Jokowi. Tulisan itu remeh-temeh dan tidak didesain untuk kepentingan kampanye serius, hanya berupa kelakar. Judulnya, ”Baru dapat kabar, Jokowi akhirnya berkoalisi dgn Foke. Namanya Fokoke Jokowi”.

Humor itu ternyata menjadi titik tertinggi untuk meroketkan brand Jokowi dengan total pembicaraan di media sosial naik tajam dari 51.727 menjadi 315.920 kali. Pada hari yang sama, brand Foke juga menanjak, dari 30.458 menjadi 128.561 kali dengan dipicu berita ”7 Janji Foke”.

”Fokoke Jokowi” adalah contoh pengolahan slogan yang kreatif, yang pada malam sebelum pencobloson seolah bergerak menjadi ribuan pasukan yang menghampiri para calon pencoblos via Twitter, Facebook, blog, pesan singkat SMS, juga pesan Blackberry Messenger (BBM). Slogan itu telah menjadi viral marketing, pemasaran gratis yang menyebar bak virus online.

Ikon lain yang berhasil menjadi duta media sosial melawan Foke adalah gambar dengan teks nyentil, ”Jakarta will be OK without F”. Slogan ringan dan menggelitik ini hampir tak terjadi pada kubu Foke.

Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang bergulir dominan, untuk kelas menengah di perkotaan, ternyata tidak didistribusikan sebagai virus online.

Dengan menggunakan tools atau peralatan analisis lain, bisa dilacak percakapan Foke sebenarnya bukan kalah populer. Hanya saja, sentimen positif lebih lari ke percakapan Jokowi. Hal ini bisa dilihat di socialmention.com, salah satu laman web yang menganalisis kata kunci di berbagai situs jejaring sosial.

Di Social Mention, brand Jokowi memiliki kekuatan 26 persen, sedangkan Foke 21 persen. Kekuatan ini adalah angka unik dari socialmention.com yang diukur berdasarkan jumlah diskusi terhadap brand di media sosial.

Perbandingan sentimen positif terhadap sentimen negatif pada kubu Jokowi adalah 8:1, sedangkan untuk Foke 2:1. Tampak bahwa kubu Jokowi diuntungkan dengan sentimen positif ini.

Unik juga untuk dicatat, brand Jokowi secara konsisten frekuensinya lebih sering dibicarakan dibandingkan dengan Foke, yaitu rata-rata tiap 28 detik sekali untuk Jokowi dan 1 menit sekali untuk Foke.

Howsociable.com menguatkan pernyataan itu dengan memberi skor magnitudo untuk percakapan Jokowi sebesar 6,4, sedangkan Foke 6,1.

Jokowi unggul di semua situs jejaring sosial, misalnya di Twitter, Facebook, Youtube, Google plus, Tumblr, dan Yfrog.

Partisipasi kelas menengah

Analis pemasaran internet yang juga CEO Virtual Consulting, Nukman Luthfie, memaparkan, kampanye di media sosial dalam Pilkada DKI Jakarta merupakan contoh paling bagus untuk melihat bagaimana media sosial bekerja.

”Jakarta adalah pusat penggunaan media sosial di Indonesia, pengguna Twitter di Jakarta paling banyak, akibatnya pembicaraan Pilkada DKI di Twitter ramai,” katanya.

Kampanye di media sosial telah menjadi perang terbuka bagi para pendukung. Bahkan, perang itu juga melibatkan orang luar daerah mengingat Jokowi dan Ahok berasal dari luar daerah. Uniknya, justru latar belakang calon yang luas itu memicu penyebaran pembicaraan hingga luar Jakarta, mereka ikut membangun pencitraan untuk kubu Jokowi-Ahok.

”Orang-orang yang tadinya tidak antusias menjadi antusias membahas Pilkada Jakarta. Perbincangan di kelas menengah, terutama di Twitter, menjadi kencang,” kata Nukman.

Mereka lebih memilih perang lewat Twitter, bukan lewat Facebook. Perang ”140 karakter” lewat Twitter kini lebih disukai masyarakat perkotaan dibandingkan dengan di Facebook.

Perilaku ini khas berasal dari generasi melek Twitter. Dengan demikian, mereka ini adalah generasi baru yang memasuki ranah politik. ”Inilah awal dari partisipasi masyarakat kelas menengah di bidang politik,” kata Nukman.

Lalu, mengapa Jokowi dalam percaturan media sosial unggul dibandingkan dengan Foke?

”Jokowi muncul karena perlawanan, orang sudah capai dengan wajah lama. Foke sudah 35 tahun di pemerintahan Jakarta,” kata Nukman. Terlebih lagi, Jokowi ternyata lebih dekat dan lebih ramah dengan blogger dan pengguna Twitter.

Bukan berarti kubu Foke tak mengerahkan kekuatan media sosial. Kata Nukman, kubu Foke justru merekrut orang-orang profesional yang hidupnya memang berasal dari jualan kampanye di media sosial. Sebaliknya, kubu Jokowi lebih mengandalkan sukarelawan, bahkan banyak di antaranya tak dibayar.

Hal menarik lain dalam perang media sosial, pada putaran kedua media sosial lebih banyak digunakan sebagai black campaign.

”Jika pada putaran pertama lebih ke perang program, pada putaran kedua ini digunakan untuk kampanye hitam, saling menjatuhkan satu sama lainnya,” kata Nukman.

Beberapa kampanye hitam itu ditengarai berhasil mendongkrak perolehan suara Foke, terutama dari masyarakat kalangan bawah. Hanya saja, Jokowi akhirnya memenangi pertandingan ini karena faktor orang-orang Jakarta yang ingin melihat perubahan.

Pantas diapresiasi

Satu hal yang pantas diapresiasi dari perang 140 karakter ini, kata Nukman, adalah meskipun pertengkaran dan perselisihan pendapat tinggi di tingkat media sosial, di dunia nyata tak pecah pertikaian.

”Calon petahana juga fair dalam menanggapi hasil perhitungan cepat. Dari kubu yang menang sementara versi hitung cepat juga tidak arogan menghina. Tim sukses juga tidak saling berantem, inilah contoh penggunaan media sosial yang baik untuk daerah lain,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Ignatius Haryanto memiliki penilaian senada. Menurut dia, kedua kubu sama-sama menggunakan media sosial dengan intens. Kedua pihak menyadari media sosial sangat membantu dalam hal pembentukan citra para kandidat, menyampaikan pesan kampanye, serta visi-misi-program para kandidat.

”Sejak awal kita melihat para simpatisan Jokowi, yang merupakan paduan dari tim yang dibentuk tim sukses serta para sukarelawan, ikut berkontribusi pada pembentukan citra positif Jokowi-Ahok,” kata Haryanto.

Pertarungan/kampanye tidak hanya melalui baliho dan koran, tetapi juga sampai ke videoklip yang dibuat oleh dua kubu. Kalau mau membandingkan dari sisi video klip, menurut Haryanto, kubu Jokowi-Ahok menawarkan kesegaran dalam penyajian, menyasar anak muda, dan juga massa mengambang.

”Sementara kalau melihat video klip resmi yang dipergunakan Foke-Nara, kelihatan menyasar kelompok menengah bawah dan menonjolkan iming-iming atau janji yang selama ini diklaim sebagai prestasi Foke,” kata Haryanto.

Soal isu SARA, dia juga meyakini bahwa isu tersebut tidak efektif walaupun sudah sedemikian rupa mendiskreditkan Jokowi-Ahok.

”Hingga Kamis (20/9/2012) pagi pun, seorang teman masih menemukan selebaran yang ditumpuk di wilayah Pasar Minggu dan itu tak menggoyahkan perilaku pemilih. Jadi, memang isu SARA tidak menjadi faktor utama. Pendekatan kuno untuk mendiskreditkan begini sudah tak lagi atau tidak akan ’dimakan’ oleh masyarakat umum walau belum seluruhnya. Jika memang ada kedewasaan masyarakat dalam menyikapi hal ini, kampanye hitam apa pun tak kena,” kata Haryanto.

Belajar dari Pilkada DKI ini, terkait dengan pengaturan media oleh negara, sebaiknya hanya dilakukan pada media massa mainstream dan membiarkan dinamika dalam media sosial berjalan dengan sendirinya.

”Pesan negatif yang ada ternyata langsung direspons oleh pesan-pesan positif dari kubu lainnya.
Masyarakat sudah makin dewasa,” ujar Haryanto.

Bandingkan video berikut ini





SUMBER