Thursday 11 August 2011

Monarkhi, Demokrasi dan Sistem Khilafah





Mungkin ini efek domino dari pergolakan di Timur Tengah, Inggris yang merupakan negara colonial mendapatkan getah hasil revolusi sosial di Timur Tengah. Setelah tumbangya Ben Ali, Hosni Mubarak, terjepitnya posisi Khadafi, ali Abdullah Saleh dan Bashar El Saad kini monarkhi Inggris harus mampu meredam gejolak sosial di negeri itu. Jika ditarik sebuah benang merah tampak jelas permasalahan mendasar mengapa rakyat menuntut revolusi adalah masalah perut (kelaparan), pengangguran dan kesenjangan ekonomi. Revolusi timur tengah sebagai contohnya dimana raja-raja kecil mapan dengan kekuasaan atas nama demokrasi yang di pahami secara otoritarian. Apakah ini tanda-tanda runtuhnya sistem monarkhi? Setelah Nepal, apakah Inggris berikutnya?



Sistem Monarkhi, dimana raja atau ratu menjadi single ruler sifatnya untouchable. Hukum menjadi rongsokan yang tidak ada guna. Sebagai contoh, kasus kematian Dodi Al Fayed sekitar tahun 1997 dengan putri Diana. Ketika Mohammad Al Fayed mengajukan gugatan, ternyata sampai detik ini kasus ini tidak juga diangkat ke public. Mungkin Al Fayed berfikir ada konspirasi besar untuk membunuh mereka berdua terkait dengan keinginan Lady Di memeluk Islam jika benar-benar menikah dengan Dodi Al Fayed. Kasus monarkhi di Arab Saudi merupakan sistem yang menyedot hak-hak rakyat dan menumpuk kekayaan hanya pada kerajaan sementara rakyat di luar menangis karena kelaparan.



Arab Saudi yang didirikan oleh Abdullah bin Ibnu Saud dan Abdullah bin Wahab karena konspirasi dengan Inggris menurut kami hanya tinggal menunggu waktu saja. Gejolak revolusi sedikit demi sedikit mulai terasa hanya mereka di back up saja oleh kekuatan asing sehingga sampai detik ini masih aman. Jika suatu saat meledak emosi rakyat, kekuatan asing tersebut sudah pasti akan menikam dari belakang.



Tidak ada jaminan pasti bahwa sistem monarkhi akan mensejahterakan rakyat, kekuasaan raja atau ratu yang membentuk rezim totaliter dan otoritarian menggerus dimensi kemanusiaan. Inilah yang disebut Erich Fromm bangsa modern harus mampu memanusiakan manusia. Lantas apakah sistem demokrasi menjadi solusi? Menurut kami belum tentu juga ini menjadi sebuah solusi. Demokrasi sesugguhnya ketika rakyat yang menjadi penguasa bukan partai politik. Jika kekuasaan beralih pada partai politik, kecenderungannya adalah korupsi. Trias demokrasi yang seharusnya menjadi pilar penjaga negara di telanjangi tanpa ada tendesi untuk memperbaiki. Eksekutif dengan dukungan legislative menjadi kekuasaan absolute merubah konsep Presidensial menjadi Presiden Sialan. Legislatif yang digunakan untuk jembatan aspirasi rakyat berisi orang-orang yang hanya mementingkan kepentingan elit melupakan kepentingan alit. Yudikatif sebagai gawang keadilan tertututp oleh kabut materi sehingga keadilan sendiri masih bisa dibeli. Media sebagai sarana sosial hanya menjadi antek untuk tarik menarik kepentingan, kehilangan daya kritis dan tumpul dalam analisa sosial.



Apa kemudian sistem khilafah menjadi solusi? Menurut hemat saya mungkin bisa, namun dengan berbagai macam catatan. Bagaimana khalifah nantinya mampu mempersatukan ummat yang cenderung eksklusif dengan sekte-sekte yang sudah mapan, apakah aliran atau harakah tersebut mampu menerima konsep kepemimpinan khilafah tersebut, lantas bagaimana ketentuan transisi kepemimpinan dalam Islam apakah nantinya tidak aka nada konflik seperti zaman khulafaurrasyidin? disamping masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang seharusnya di jawab. Jika semua permasalahan terjawab dan dinyatakan sudah selesai di akar rumput bisa jadi ini sebuah solusi. Tapi entah kapan, no body knows…