Monday 29 August 2005

Tidak sopan...namun thank u berat ya...



Lelaki lusuh dan hitam itu sudah melanglang jauh, terbang membelah sungai, hinggap dari satu pohon ke pohon lain, berkicau nyaring..tak terasa 29 tahun sudah berlalu...Met Ultah bung..tobaik lah lai...

Thanks...Bro...

Sunday 28 August 2005

Setelah 13 Tahun..

Selamat jalan Bunda...doa menyertaimu...

Thursday 25 August 2005

Cincin itu...



Kenapa kita memperdebatkannya...??
PDRI-Sejarah yang Dilupakan



Minta keterangan, apakah orang orang yang masih dalam tahanan dan pengawasan Belanda berhak merundingkan lebih lebih memutuskan sesuatu hal yang berhubungan dengan politik untuk membentuk status negara kita,sedangkan telah ada pemerintahan pusat darurat yang telah diresmikan sendiri oleh Paduka Yang Mulia Presiden keseluruh dunia pada tanggal 19 Des 1948 .

Semenjak itu tangal tersebut, kekuasaan pimpinan negara dan pemerintahan telah diserahkan kepada pemerintah pusat darurat di Sumatra yang dipimpin oleh Yang Mulia Mr. Syafroeddin Prawiranegara. Semoga pemerintahan pusat daerurat tetap mendapat perlindungan dari Tuhan sehingga senantiasa tegas tegas dan tepat dalam pendiriannya, Amiin


Jenderal Soedirman


Itulah penggalan kalimat dalam radiogram sangat cepat sekali yang
dikirimkan Panglima Besar Jendral Soedirman kepada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera, sebagai bukti pengakuan dari pendiri TNI itu atas keberadaan PDRI di Sumatra dan Mr.Syafroeddin Prawiranegara sebagai kepala pemerintahan Darurat
Indonesia di Sumatra pada waktu itu.

Dimata saksi sejarah PDRI, St Palindih, tidak masuknya nama Mr.Syafroeddin Prawiranegara dan Mr.Asaat dalam Hall of Fame yang akan dibuat pemerintah untuk mengenang nama nama Presiden Republik Indonesia tidaklah persoalan yang terlalu penting dan diperdebatkan,namun lebih dari itu, pemerintah dan bangsa Indonesia harus mengakui keberadaan PDRI sebagai sebuiah mata rantai sejarah yang tidak bisa dinafikan begitu saja.

Kalaulah tidak ada mandate dari Soekarno kepada Mr.Syafroeddin dan
tembusan kepada Mr.A.A Maramis di India pada wktu itu, niscaya bangsa Indonesia sudah tidak ada lagi sejak tanggal 19 Desember 1948 itu,ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Lelaki yang menyaksikan sejarah PDRI di Bukittinggi pada lima dasawarsa lalu itu memang pantas mendesak, sebab pengakuan Jendral Soedirman dalam bentuk surat kawat kepada Mr.Syafroeedin di Bukittinggi adalah sebuah bentuk kesetian kepada pemerintah dan negara kesatuan republik Indonesia.

Malah, meski tidak mengangkat diri menjadi Presiden PDRI pada masa setelah
mendapat mandat itu, namun ia tetaplah sah menjadi kepala pemerintahan Republik Indonesia karena atas permintaan Soekarno dan Hatta. Hal ini, tambahnya, dilakukan oleh Mr.Syafroeddin Prawiranegara atas dasar penghormatan yang sangat besar
kepada Soekarno dan Hatta. Kalau saja ia mau, ia bisa saja menetapkan diri sebagai Presiden, namun karena menghormati Soekarno dan menjaga keutuhan NKRI, hal tersebut
tidak dilakukan oleh Syafroeddin.

Saat ini, tambahnya, bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja melupakan sejarah PDRI dan keberadaannya dalam tali sejarah republik Indonesia, sebab dengan mengingat PDRI, berarti bangsa Indonesia telah menghormati sebuah catatan sejarah bahwa ada masa dimana bangsa ini hampir saja tertelan kekejaman penjajah, sebuah sikap tepat dan cepat telah menyelamatkan Indonesia pada waktu itu.

Lain lagi cerita Bang Trides tokoh generasi muda Agam dan Bukittinggi, sebenarnya jauh sebelum Belanda melakukan Agresi militer yang ke 2 pada tahun 1948, Dwitunggal Soekarno dan Mohd Hatta sudah memprediksi akan terjadinya peristiwa itu.

Karenanya, beberapa hari sebelum Agresi terjadi Hatta dan Syafroeddin dalam kunjungannya ke Sumatra meminta Syafroeddin tetap tinggal di Bukittinggi guna mempersiapkan segala sesuatu dan mengambil langkah jika benar nantinya Belanda melakukan Agresi.


Kenyataannya, memang pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan agresi ke II dan menahan kepala negara, beruntung, setelah mendapat laporan bahwa pada pagi hari itu Belanda sudah menguasai lapangan terbang Maguwo, Soekarno dan Hatta langsung mengirim surat kawat kepada Mr.Syafroeddin di Sumatra dan Mr.A.A Maramis yang tengah berada di India untuk mengambil langkah langkah tepat seandainya pada hari itu Presiden ditahan oleh Belanda.

Namun, kenyataan berkata lain, surat kawat yang dikirimkan oleh Soekarno ke Bukittinggi dan India tidak pernah sampai bahkan hingga saat ini. Penyebabnya, karena pada saat bersamaan, Belanda juga menghancurkan stasiun pemancar di Bukitinggi dan Jogya.

Atas inisiatif sendiri, pada saat itu, Mr.Syafroeddin mendeklarasikan kepada dunia bahwa telah berdiri pemerintahan darurat di Bukittinggi. Pada saat itu, menurut Trides, Mr.Syafroeddin tidak menyebut diri sebagai Presiden namun hanya sebagai ketua PDRI atas dasar poenghormatan kepada pemerintahan Soekarno.

“Selain itu, karena memang ia tidak mau dicap sebagai penghianat Soekarno, kalau mau bisa saja ia melantik diri sebagai Presiden, namun karena jiwa besar dan menjaga keutuhan NKRI, Pak Syaf tidak lakukan itu, tukas Trides.

Sangat disesalkan memang jika pemerintah tidak memasukkan nama Mr.Syafroeddin dan Mr.Assat sebagai orang yang pernah menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara maka berarti telah terjadi pengingkaran terhadap keberadaan PDRI sebagai sebuah catatan sejarah yang menjadi poin penting dalam sejarah Republik.

Sangat kita sesalkan jika nama Mr.Syafroeddin dan Mr.Asaat tidak masuk Hall of Fame itu, karena mereka adalah juga kepala pemerintahan meski tidak menyebut diri sebagai Presiden kata bang Trides kemarin pagi

Malah St Palindih mempertanyakan istilah Presiden yang saat ini dipakai, “Presiden itu bukan bahasa Indonesia, itu bahasa asing yang kita adobsi sebagai bahasa kita sementara tugas tugas ketua (versi Mr.Syafroeddin Prawiranegara) adalah tugas kepala pemerintahan dan memiliki kabinet, ujarnya.

Oleh sebab itu, tulisan ini dan petikan wawancara keduanya adalah sebuah pernyataan sikap mendukung sikap Ketua LKAAM Sumbar H.Kamardi Rais Dt P Simulie yang menyurati Presiden agar memasukkan nama Mr.Syafroeddin Prawiranegara dan Mr.Mohd Asaat sebagai orang yang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

“Ini bukan hanya sekedar mengikutsertakan nama, namun lebih dari itu penting bagi pelurusan sejarah bangsa agar generasi muda yang tidak mengetahuinya dapat mengenal dan memahami bahwa selain Soekarno dan Soeharto, BJ.Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY, Indonesia juga pernah punya Presiden yang bernama Mr.Syafroeddin Prawiranegara dan Mr.Mohd Asa’at,” ujarnya dengan mata berkaca kaca mengenang sejarah masa lalu.

Kini terpulang pada kita sendiri, apakah kita sudah memahami ungkapan bahwa Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal dan menghargai sejarah. Jawabnya terpulang pada komitmen kita dan kesadaran bahwa dimasa lalu putra putri terbaik republik ini pernah bersimbah darah dan peluh untuk sebuah pengakuan yang hanya satu kata yaitu KEMERDEKAAN

Wednesday 3 August 2005

Graffity



Dan Kita tidak tahu kapan waktunya akan datang..
Setelah membaca tulisan itu aku hanya bisa berdoa..

Ya Allah..Yang Maha Melindungi..
Lindungi aku dari kematian yang sia sia..

Amiin...
Bakti



"Berapa persen yang dibalas oleh perusahaan tempatmu bekerja
sementara engkau memberikan 100 persen baktimu kepadanya..? "

(Agus Butar Butar-Juli 2005)

Ini pertanyaan yang pertama kali masuk ketelingaku..
belum pernah ada sebelumnya..
Dan hingga kini..aku masih belum menermukan jawaban..

Monday 1 August 2005

Diujung senja...


Di ujung senja ini kita memahat hati..
dan di ujung senja ini pula kita menlingkarkan emas pada jari manis..
Kau tersenyum penuh arti, smentara aku tersipu malu..